Oleh Andi Budiharsono, S.Pd., M.Pd.
(Peserta Pelatihan Kepemimpinan dan Manajemen Sekolah BPMVP KPTK)
__________________________________
Pendahuluan:
Jurusan Agribisnis Tanaman Pangan dan Hortikultura (ATPH) di SMK merupakan salah satu program yang berperan penting dalam mempersiapkan lulusan untuk berkarya dibidang pertanian modern. Namun, di era Revolusi Industri 4.0, jurusan ini menghadapi berbagai hambatan dan tantangan, terutama dalam upaya adaptasi dengan teknologi baru yang berkembang pesat.
SMK Negeri 5 Bone, sebagai institusi pendidikan di bidang ini, dihadapkan pada keharusan untuk menyesuaikan kurikulum, infrastruktur, dan sumber daya agar mampu memenuhi tuntutan industri. Era ini ditandai dengan penerapan teknologi digital di berbagai sektor, termasuk pertanian, yang membawa perubahan besar pada cara kerja dan proses pendidikan.
Pertanian modern kini berada di persimpangan antara metode konvensional dan teknologi digital yang terus berkembang pesat. Era Revolusi Industri 4.0 telah menggeser berbagai aspek di sektor pertanian, menekankan pentingnya integrasi antara teknologi dengan proses produksi tanaman pangan dan hortikultura. Dalam hal ini, jurusan Agribisnis Tanaman Pangan dan Hortikultura (ATPH) di SMK menjadi salah satu ujung tombak dalam menghasilkan lulusan yang mampu menguasai keterampilan di bidang ini, sehingga mereka tidak hanya terampil dalam bercocok tanam, tetapi juga paham akan pemanfaatan teknologi dalam meningkatkan produktivitas dan efisiensi usaha tani. Teknologi seperti Internet of Things (IoT), drone, dan sistem otomatisasi telah banyak diterapkan dalam pertanian modern, membuat kebutuhan akan tenaga kerja yang memiliki pemahaman teknis menjadi semakin mendesak, (Redmond, R., Shamshiri., Barbara, Sturm., Cornelia, Weltzien., John, P, Fulton., Raj, Khosla., Michael, Schirrmann., Sharvari, Raut., Deepak, Hanike, Basavegowda., Muhammad, Yamin., Ibrahim, A., Hameed 2024).
Namun, untuk dapat mencetak lulusan yang siap berkompetisi di era digital, jurusan ATPH, khususnya di SMKN 5 Bone, dihadapkan pada berbagai tantangan. Hambatan mulai dari keterbatasan infrastruktur, minimnya tenaga pengajar yang memahami teknologi baru, hingga keterbatasan akses ke perangkat canggih masih menjadi masalah yang perlu dipecahkan.
Dalam menghadapi realitas ini, SMKN 5 Bone harus melakukan berbagai penyesuaian dalam aspek kurikulum dan fasilitas pendidikan agar siswa dapat memperoleh pengetahuan yang sesuai dengan kebutuhan industri saat ini. Adaptasi yang tepat diharapkan dapat mempersiapkan siswa dengan keterampilan teknis dan digital yang mumpuni, sehingga mereka bisa berperan aktif dalam membangun masa depan pertanian Indonesia yang lebih modern dan berkelanjutan.
Kajian Teoretas:
Dalam Revolusi Industri 4.0, sektor pertanian menghadapi perubahan besar dengan pengintegrasian teknologi digital dan otomasi yang berfokus pada efisiensi dan ketepatan dalam produksi. Konsep ini dikenal sebagai pertanian cerdas atau smart farming. Dimana teknologi seperti sensor IoT, sistem pemantauan berbasis drone, dan kecerdasan buatan digunakan untuk mengoptimalkan seluruh proses pertanian, mulai dari pemantauan kondisi lahan hingga penjadwalan pemupukan dan irigasi. Teori ini berakar pada kebutuhan untuk mengimbangi permintaan pangan global yang semakin meningkat serta keterbatasan sumber daya alam yang ada.
Dengan menggunakan teknologi ini, petani dapat meningkatkan hasil panen secara signifikan dengan pemanfaatan lahan yang lebih efisien dan ramah lingkungan. Oleh karena itu, Revolusi Industri 4.0 menuntut adanya perubahan dalam pendidikan dan pelatihan di sektor agribisnis, khususnya bagi lembaga seperti SMK yang mencetak tenaga kerja terampil di bidang pertanian, Loubna, Rabhi, (Brahim, Jabir., Noureddine, Falih., Lekbir, Afraites., Belaid, Bouikhalene 2024).
Jurusan Agribisnis Tanaman Pangan dan Hortikultura (ATPH) di SMK perlu memfasilitasi siswa untuk menguasai skill set yang sesuai dengan perkembangan ini. Teori adaptasi teknologi dalam pendidikan menyarankan bahwa lembaga pendidikan harus mampu mengakomodasi perubahan industri dengan menyiapkan kurikulum dan lingkungan belajar yang relevan. Di jurusan ATPH, pembelajaran berbasis proyek dan praktek teknologi menjadi penting agar siswa mendapatkan pengalaman langsung dengan alat-alat modern seperti drone pertanian dan aplikasi pemantauan digital. Selain itu, pendekatan pembelajaran berbasis keterampilan (competency-based education) perlu diterapkan untuk memastikan bahwa lulusan memiliki kemampuan teknis dan digital yang sesuai dengan standar industri pertanian modern.
Berikut beberapa hambatan dan tantangan utama yang dihadapi jurusan ATPH. Tulisan ini akan membahas beberapa hambatan yang dihadapi SMK Negeri 5 Bone jurusan ATPH dalam menghadapi Revolusi 4.0 dan strategi yang dapat diterapkan untuk mengatasinya, (Vasso, Marinoudi., Lefteris, Benos., Tania, Carolina, Camacho-Villa., Maria, Lampridi., Dimitrios, Kateris., Remigio, Berruto., Simon, Pearson., Claus, Aage, Grøn, Sørensen., Dionysis, Bochtis, 2024).
Berikut beberapa hambatan dan tantangan utama yang dihadapi jurusan ATPH:
1.Pandangan Masyarakat Terhadap Pertanian
Masyarakat dewasa ini menganggap pekerjaan petani bukanlah sesuatu yang membutuhkan pendidikan yang tinggi. Sehingga mereka menganggap untuk menjadi petani tidak perlu sekolah yang berkelanjutan, sehingga mereka cenderung memasukkan anaknya ke sekolah tidak memilih jurusan pertanian. Ironisnya negera kita khususnya Provinsi Sulawesi-Selatan Kabupaten Bone adalah daerah agraria yang mana sumber pekerjaan adalah bertani.
2. Keterbatasan Teknologi dan Infrastruktur
Salah satu hambatan utama adalah keterbatasan infrastruktur teknologi di sekolah. Implementasi teknologi 4.0, seperti Internet of Things (IoT), sensor cerdas, dan perangkat otomatisasi pada bidang agribisnis, memerlukan investasi yang cukup besar. SMKN 5 Bone sebagai lembaga pendidikan negeri memiliki anggaran yang terbatas sehingga sulit untuk menyediakan alat modern yang dibutuhkan untuk pembelajaran berbasis teknologi. Tanpa akses ke teknologi ini, siswa ATPH sulit mendapatkan pengalaman langsung yang relevan dengan perkembangan industri saat ini.
3. Kesiapan Tenaga Pengajar
Tenaga pengajar memiliki peran krusial dalam menyiapkan siswa untuk dunia kerja. Namun, adaptasi ke teknologi baru menuntut keterampilan tambahan yang perlu dipelajari dan dikuasai oleh guru. Banyak guru yang belum memiliki kompetensi dalam teknologi terbaru di bidang pertanian 4.0 seperti pengoperasian drone, penggunaan aplikasi pengelolaan lahan berbasis IoT, dan software manajemen pertanian. Selain itu, pelatihan untuk meningkatkan kompetensi ini juga membutuhkan waktu dan biaya, yang tidak selalu tersedia.
4. Kurikulum yang Belum Menyesuaikan
Kurikulum jurusan ATPH di banyak SMK masih berbasis pada praktik-praktik konvensional tanpa penekanan pada penggunaan teknologi terbaru. Perubahan kurikulum membutuhkan waktu dan persetujuan dari berbagai pihak di tingkat pendidikan nasional. Hal ini menyebabkan adanya keterlambatan dalam menyiapkan lulusan yang benar-benar siap bersaing di dunia kerja agribisnis 4.0. Siswa yang tidak dibekali dengan keterampilan teknologi terkini akan kesulitan bersaing di industri yang semakin mengandalkan teknologi untuk efisiensi dan produktivitas.
5. Minimnya Kemitraan dengan Industri
Kolaborasi antara SMK dengan industri agribisnis sangat penting dalam menyiapkan siswa agar memahami kebutuhan dan praktik lapangan. Sayangnya, di daerah seperti Bone, kemitraan sekolah dengan industri pertanian berbasis teknologi masih terbatas. Kurangnya kerja sama ini membuat siswa SMKN 5 Bone sulit mendapatkan pengalaman langsung atau praktik lapangan yang mencerminkan kondisi nyata dalam industri pertanian yang sudah mengadopsi teknologi 4.0.
6. Rendahnya Minat Siswa dalam Menguasai Teknologi Pertanian
Selain faktor-faktor eksternal, motivasi dan minat siswa juga berperan besar. Beberapa siswa cenderung memandang jurusan pertanian sebagai bidang yang kurang menarik dibandingkan jurusan berbasis teknologi atau bisnis lainnya. Siswa cenderung mengabaikan pentingnya teknologi dalam pertanian modern dan memandang teknologi pertanian sebagai hal yang kompleks dan sulit dikuasai. Hal ini menjadi tantangan tersendiri bagi sekolah untuk membangun minat dan memberikan pemahaman yang positif terkait manfaat teknologi di bidang agribisnis.
7. Keterbatasan Anggaran dan Sumber Daya untuk Program Pelatihan
Anggaran yang dialokasikan untuk program pelatihan dan peningkatan keterampilan seringkali terbatas, baik untuk guru maupun siswa. Di sisi lain, pelatihan teknologi modern di bidang agribisnis membutuhkan biaya yang besar. Keterbatasan anggaran ini menjadi penghambat dalam memperkenalkan inovasi teknologi 4.0 di sekolah. Pelatihan atau seminar khusus biasanya membutuhkan sumber daya yang besar, yang mungkin sulit dipenuhi dalam anggaran tahunan sekolah.
Strategi mengatasi hambatan dan tantangan untuk menghadapi hambatan-hambatan tersebut, SMKN 5 Bone dapat mengimplementasikan beberapa strategi diantaranya:
-Melakukan kerja sama dengan lembaga yang senafas seperti BPMVP KPTK, Penyulu Pertanian Kabupaten kota untuk melakukan sosialisasi tentang pentingnya menjadi petani melinial dan profesional. Seorang petani membutuhkan disiplin ilmu pertanian, agar dapat mengelola secara efektif dan efisien dengan hasil yang maksimal.
Peningkatan Kemitraan dengan Industri: Menjalin kerja sama dengan perusahaan agribisnis yang sudah menerapkan teknologi canggih untuk mendapatkan dukungan dan pelatihan langsung bagi siswa.
-Pelatihan Guru dan Siswa secara Berkala: Memberikan pelatihan rutin bagi tenaga pengajar dan siswa dalam penggunaan teknologi 4.0 di bidang agribisnis.
-Pemanfaatan teknologi sederhana sebagai awal perkenalan. Jika investasi besar belum memungkinkan, sekolah dapat memulai dengan teknologi sederhana yang dapat mendukung pemahaman siswa tentang agribisnis modern.
-Revitalisasi Kurikulum Secara Bertahap: Melibatkan kurikulum berbasis praktik, sehingga siswa belajar dengan langsung memanfaatkan teknologi yang tersedia di lapangan.
-Peningkatan Minat Siswa melalui Kegiatan Edukatif: Melalui seminar, kegiatan praktik langsung, atau kunjungan industri, siswa dapat lebih memahami manfaat teknologi bagi masa depan mereka di bidang agribisnis.
Penutup
Jurusan Agribisnis Tanaman Pangan dan Hortikultura (ATPH) memiliki peran strategis dalam memenuhi kebutuhan tenaga kerja di bidang pertanian. Meski menghadapi tantangan besar di era Revolusi 4.0, SMKN 5 Bone dapat melakukan perubahan bertahap dengan dukungan dari pemerintah, industri, dan kemauan siswa serta guru untuk beradaptasi. Perubahan yang positif akan membantu lulusan jurusan ATPH agar lebih siap menghadapi tuntutan industri dan mendukung modernisasi sektor pertanian di Indonesia.
Kolaborasi antara pemerintah, institusi pendidikan, dan industri pertanian sangat penting untuk mendukung kemajuan jurusan Agribisnis Tanaman Pangan dan Hortikultura (ATPH) di SMK. Dengan dukungan kebijakan dan bantuan anggaran dari pemerintah, sekolah-sekolah seperti SMKN 5 Bone dapat mengembangkan fasilitas pembelajaran yang lebih modern dan sesuai dengan kebutuhan industri 4.0, seperti laboratorium berbasis teknologi pertanian dan akses ke peralatan digital seperti sensor tanah dan drone. Selain itu, kemitraan dengan perusahaan agribisnis juga dapat memberikan peluang bagi siswa untuk magang dan belajar langsung di lapangan, memperkuat pemahaman mereka tentang penerapan teknologi dalam praktik pertanian sehari-hari. Melalui kerja sama yang erat ini, kurikulum pendidikan vokasi dapat disesuaikan dengan cepat mengikuti tren terbaru, sehingga para lulusan lebih siap menghadapi dunia kerja.
Selain dari sisi kelembagaan, kesiapan individu siswa dan guru dalam beradaptasi dengan perubahan teknologi juga menjadi faktor penting dalam keberhasilan transformasi jurusan ATPH. Guru sebagai pendidik perlu terus meningkatkan kompetensi mereka melalui pelatihan dan pengembangan keterampilan yang relevan dengan teknologi 4.0, sehingga dapat memberikan materi yang up-to-date bagi para siswa. Begitu juga dengan siswa, mereka perlu memiliki mentalitas pembelajar yang fleksibel dan keterampilan soft skill seperti pemecahan masalah, kerja tim, dan adaptasi yang tinggi terhadap perubahan teknologi. Dengan kemauan untuk belajar dan berkembang, lulusan ATPH akan lebih siap untuk berkontribusi pada modernisasi sektor pertanian Indonesia, tidak hanya dengan kemampuan teknis yang baik, tetapi juga dengan pemahaman yang komprehensif tentang pentingnya inovasi dan efisiensi dalam pertanian modern.
Daftar Rujukan Loubna, Rabhi., Brahim, Jabir., Noureddine, Falih., Lekbir, Afraites., Belaid, Bouikhalene. (2024). 2. Digital transformation metamodel in smart farming: Crop classification prediction based on recurrent neural network. Foods and Raw materials, doi: 10.21603/2308-4057-2025-1-626.
Redmond, R., Shamshiri., Barbara, Sturm., Cornelia, Weltzien., John, P, Fulton., Raj, Khosla., Michael, Schirrmann., Sharvari, Raut., Deepak, Hanike, Basavegowda., Muhammad, Yamin., Ibrahim, A., Hameed. (2024). 1. Digitalization of agriculture for sustainable crop production: a use-case review. Frontiers in Environmental Science, doi: 10.3389/fenvs.2024.1375193.
Vasso, Marinoudi., Lefteris, Benos., Tania, Carolina, Camacho-Villa., Maria, Lampridi., Dimitrios, Kateris., Remigio, Berruto., Simon, Pearson., Claus, Aage, Grøn, Sørensen., Dionysis, Bochtis. (2024). 1. Adapting to the Agricultural Labor Market Shaped by Robotization. Sustainability, doi: 10.3390/su16167061.