APATISME POLITIK GEN Z & KEDEWASAAN DEMOKRASI

oleh -177 x dibaca
Andi Khaerul Amri

 

 

Penulis : Andi Khaerul Amri

Mahasiswa Universitas PTIQ Jakarta

_____________________________________

Tulisan ini kupersembahkan untuk Kawanku yang tertidur lelap di singgasananya dan untuk penulis yang berlindung di balik selimutnya

 

Pukul 02:02 WIB saya terbangun dan berfikir banyak anak muda Indonesia yang kurang peduli dengan politik di negeri ini karna disebabkan beberapa faktor. Pertama, banyak diantara mereka merasa bahwa, politik tidak berdampak langsung di kehidupan mereka, padahal politik tetap memiliki pengaruh signifikan dalam kehidupan sehari-hari.

 

Mereka dengan santainya berbaring berselonjoran melihat media sosial berbagai isu-isu seperti perubahan iklim, hak asasi manusia dan keadilan sosial yang sering kali dipengaruhi oleh kebijakan pemerintah akan tetapi mereka tidak sadar. Media sosial berperan krusial dalam menyebarkan informasi dan mendorong tindakan dimana ketika menemukan isu atau berita yang bertentangan dengan moral, merugikan banyak orang, harusnya mereka mengkritisi bukan malah bersifat apatis. Dengan meningkatnya partisipasi terhadap permasalahan yang terjadi sebenarnya itu mampu menentukan masa depan bangsa.

BACA JUGA:  Pernikahan Adat Bone sebagai Atraksi Wisata : Sebuah Pengalaman Diri

 

Kedua, meskipun banyak anak muda yang memiliki akses informasi melalui media digital, ini tidak selalu diiringi dengan pemahaman yang lebih baik. Justru kebisingan media sosial seringkali membuat mereka kesulitan untuk memilah informasi yang relevan atau memiliki dampak yang besar. Banyak diantara mereka lebih tertarik dengan isu-isu yang bersifat ringan dan menghibur daripada isu konstitusional yang seringkali dianggap rumit dan jauh dari kehidupan mereka. Akhirnya apatisme menjadi faktor yang signifikan. Banyak anak muda merasa suara mereka tidak cukup kuat untuk mempengaruhi keputusan penting, sehingga mereka cenderung mengabaikan perkembangan hukum atau politik yang tidak langsung mempengaruhi kehidupan mereka.

BACA JUGA:  Meritokrasi Birokrasi Untuk Bone Maju

 

Terlebih lagi saat ini kita sekarang memasuki moment Pilkada. Kawan-kawan perlu diketahui bahwa politik itu abu-abu bukan hitam putih seperti air kopi dan air susu. Dalam politik tidak ada teman sejati semua kepentingan pribadi. Jadi pendukung jangan fanatik, jadi pembenci jangan munafik. Silahkan kritik kebijakan pemerintah jangan sampai sumpah serapah, semoga kita semua dijauhkan dari sifat dendam dan kebencian. Demokrasi di Indonesia masih belum dewasa bahkan pola pikir politik warga Indonesia saat ini belum dewasa. Diam dianggap Apatis, Bergerak “Peringatan Darurat” dikatain Anak Abah Anis, Tengah dinilai Tak Ideologis, Bersuara Kepentingan Darurat diCap Tidak Kritis. Pilkada belum terlaksana tapi sudah memakan korban. Mahasiswa vs warga, Anak Abah vs Anak Mulyono.

BACA JUGA:  KONSOLNAS BAWASLU: POLITIK UANG DAN PESAN PRESIDEN

 

Demokrasi yang dewasa adalah demokrasi yang dilatar belakangi dengan kebebasan, bebas menentukan pilihan tidak ada intimidasi, tekanan ataupun paksaan untuk memilih seseorang. Pemilu hanya 5 tahunan, sementara kerukunan warga dibangun puluhan tahun bahkan sampai kita meninggal.

Saya teringat denga kutipan Nelson Mandela bahwa “kebencian itu seperti meminum racun dan berharap orang lain yang mati”.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.