Keracunan Massal MBG, Kegagalan Sekulerisme, Syariah Kaffah Solusi Penyelamat Generasi

oleh -200 x dibaca

Penulis: Amrullah Andi Faisal, Kolumnis Publik di Sinjai

Belakangan ini publik digegerkan maraknya kasus keracunan massal yang menimpa siswa di sekolah-sekolah negeri maupun swasta. Ironisnya, peristiwa ini justru terjadi dalam program Makan Bergizi Gratis (MBG). Pemerintah sampai harus menetapkan status Kejadian Luar Biasa (KLB) di sejumlah daerah. Pola dan angka yang muncul membuktikan bahwa kasus ini tidak bisa lagi dianggap sekadar insiden biasa, melainkan buah pahit dari sistem sekuler kapitalistik, yang secara struktural lalai melindungi generasi dari bahaya.

Data Terkini yang Mengkhawatirkan

Kasus keracunan di sekolah tak bisa lagi dipandang sebagai kesalahan teknis operasional semata. Ini sudah menjadi gejala kegagalan sistemik, diperkuat dengan data terbaru yang mengejutkan. Dari Januari hingga September 2025, tercatat 70 kasus keracunan MBG dengan sekitar 5.914 korban terdampak menurut Badan Gizi Nasioanl. Antara News dan Kementerian Kesehatan melaporkan jumlah korban mencapai 6.517 orang hingga 30 September 2025. Lebih luas lagi, Republika mengutip laporan Badan Pengawas Obat dan Makanan, serta Dewan Perwakilan Rakyat bahwa lebih dari 9.000 anak mengalami keracunan dari program sekolah dalam 103 insiden, baru dalam sembilan bulan pertama 2025. Reuters menambahkan, dari 103 sampel MBG yang diuji, 17% terkontaminasi bakteri dan histamin (di antaranya Staphylococcus aureus, Bacillus cereus dan Salmonella).

BACA JUGA:  ZAKAT FITRAH: TRADISI SUCI YANG MENYEMAI SOLIDARITAS UMAT

Sementara itu, IDN Times menyebut inspeksi BPOM menemukan 13 pelanggaran serius di dapur MBG terkait sanitasi, higiene, prosedur dan pengolahan makanan. Kontan.co.id melaporkan hal serupa. Angka-angka ini menjadi dakwaan telak terhadap negara berasas sekuler. Bagaimana mungkin negara dengan sumber daya sebesar ini, yang mengaku beradab, tega membiarkan lebih dari 9.000 anak keracunan massal karena sistem yang abai pada standar syariah, sanitasi dan higiene? Kegagalan ini jelas bukan sekadar teknis, melainkan ideologis.

Kritik Ideologis terhadap Sistem Sekuler

Dari sudut pandang Islam, masalah ini berakar pada sistem yang memisahkan agama dari urusan publik. Negara sekuler mengabaikan amanah Allah dalam menjaga keamanan pangan. Makanan sehat diperlakukan sebagai komoditas dan ajang kontrak bisnis. Islam sebaliknya mewajibkan negara mengatur pangan dari hulu hingga hilir, sebagai bagian dari amanah. Pengawasan berbasis “rekomendasi” bukanlah ketentuan ilahi. BPOM dan Dinas Kesehatan hanya bergerak setelah jatuh korban, sifatnya reaktif dan terbatas. Dalam Islam, harus ada lembaga Hisbah yang mengawasi aktivitas khalayak secara langsung dan rutin, agar sesuai syariah sekaligus mencegah kerusakan sejak awal.

BACA JUGA:  MAKNA SOSIAL DI BALIK FIDYAH: IBADAH, EMPATI, DAN KEPEDULIAN

Dalam sistem sekuler, kesehatan diposisikan sebagai komoditas yang ditukar dengan iuran atau tarif. Islam justru menjamin kesehatan dasar seluruh rakyat melalui Baitul Mal tanpa syarat apa pun. Regulasi sekuler pun tidak mengenal sanksi moral agama. Pelaku kelalaian yang menyebabkan keracunan biasanya hanya mendapat sanksi administratif ringan. Sedangkan Islam menegaskan pengabaian keamanan pangan, bisa dijatuhi sanksi Hisbah dan pidana syariah (ta’zir) bila menimbulkan kerusakan, sebagai efek jera nyata.

Solusi Islam yang Menyeluruh

Akar sekulerisme harus dicabut agar tragedi memilukan ini berhenti. Lalu sistem dibangun kembali di atas fondasi Islam yang menyeluruh, sebagaimana dicontohkan Khilafah Rasyidah. Beberapa langkah konkret yang dijamin Islam antara lain, pertama mendirikan institusi hisbah pangan nasional dan lokal. Bertugas mengawasi produksi pangan, distribusi, dapur komunal, sekolah, hingga restoran secara terus-menerus. Hisbah memiliki kewenangan audit mendadak, inspeksi, hingga tindakan tegas bila terjadi pelanggaran.

Kedua, menerapkan standar syariah untuk pangan dan dapur sekolah. Setiap dapur sekolah wajib memiliki sertifikasi syariah yang mencakup sanitasi, higiene, penyimpanan, pengolahan dan distribusi, Sebagai standar halal sekaligus thayyib (baik).

Ketiga, pendanaan program lewat baitul mal. Program MBG dan kesehatan siswa harus dibiayai langsung negara melalui Baitul Mal, bukan ontrak swasta. Dengan begitu, keselamatan rakyat tidak dikorbankan demi keuntungan.

BACA JUGA:  ZAKAT PERNIAGAAN: KUNCI KESEIMBANGAN BISNIS DAN KEBERKAHAN

Keempat, sanksi syariah bagi pelanggar. Pengelola makanan yang terbukti lalai hingga menimbulkan kerugian atau keracunan massal wajib dikenai sanksi sesuai hukum Islam (ta’zir atau ganti rugi) demi tegaknya keadilan dan adanya efek jera.

Kelima, pendidikan terpadu tentang pangan. Kurikulum sekolah perlu memuat pendidikan seputar makanan halal, higiene, serta manajemen pangan sederhana agar generasi muda ikut menjaga keamanan pangan di lingkungannya.

Penutup

Kasus keracunan massal MBG adalah alarm keras yang menyingkap lemahnya perlindungan negara terhadap generasi. Islam tidak hanya menawarkan solusi teknis, melainkan solusi sistemik. Menjadikan negara sebagai pelayan rakyat dengan penerapan syariah secara kaffah. Selama aturan Allah hanya diposisikan di mimbar khutbah, tragedi seperti ini akan terus berulang. Inilah saatnya umat menuntut perubahan, meninggalkan sekulerisme yang terbukti gagal, menuju penerapan syariah di bawah naungan Khilafah. Wahai umat, jangan biarkan nyawa dan kesehatan generasi kita terus menjadi korban. Hanya dengan syariah kaffah, jaminan pangan sehat bagi anak-anak benar-benar dapat diwujudkan.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses

No More Posts Available.

No more pages to load.