Menguatkan Kemandirian Pangan Perkotaan Watampone melalui Urban Farmin

oleh -196 x dibaca

Oleh: Affandy, S.Sos — Wartawan TribunBone

Urban farming atau pertanian perkotaan kini menjadi salah satu alternatif strategis dalam menghadapi tantangan ketersediaan pangan di tengah laju pertumbuhan penduduk dan penyempitan ruang terbuka. Bagi masyarakat Watampone, konsep ini hadir untuk melahirkan wajah kota yang lestari dan sejuk, sekaligus menjadi kebutuhan yang semakin terasa mendesak seiring kian padatnya wilayah permukiman serta meningkatnya pengeluaran rumah tangga untuk kebutuhan dapur.

Watampone sebagai pusat aktivitas masyarakat Kabupaten Bone mengalami perkembangan kawasan perumahan yang sangat cepat dalam beberapa tahun terakhir. Rumah-rumah tumbuh dalam deretan yang rapat, namun sebagian besar halaman rumah masih dibiarkan kosong tanpa fungsi yang berarti. Banyak warga menganggap halaman sempit tidak cukup untuk bercocok tanam. Padahal, ruang terbatas inilah yang justru menjadi peluang paling tepat untuk menghadirkan konsep urban farming, karena metode tanamnya memang dirancang untuk memanfaatkan lahan kecil secara maksimal.

BACA JUGA:  LONGSOR FREEPORT: LUKA KAPITALISME TAMBAN, ADA SOLUSI ISLAM

Urban farming dapat dilakukan dengan memanfaatkan pekarangan kecil melalui penggunaan polybag, pot, rak vertikal, atau sistem hidroponik sederhana. Tanaman yang dihasilkan pun cukup beragam, mulai dari sayuran cepat panen seperti kangkung, bayam, dan selada, hingga cabai, tomat, terung, serai, daun bawang, wortel, kentang, serta berbagai tanaman obat keluarga. Selain menghasilkan pangan sehat untuk konsumsi harian, kehadiran tanaman juga memberikan nilai estetika dan kesejukan bagi lingkungan rumah. Walau saat ini sudah ada beberapa masyarakat Watampone yang telah menerapkan konsep ini, namun penerapannya masih belum massif dan belum dilakukan secara kolektif.

Lebih dari itu, urban farming dapat menjadi gerakan sosial baru di kawasan perumahan Watampone maupun wilayah pemukiman di pesisir Pelabuhan Bajoe. Gerakan ini bahkan berpotensi mendorong tumbuhnya kesadaran dan pengendalian sampah bagi warga kawasan pelabuhan. Budaya sipakatau, sipakainge, dan sipakalebbi yang mengakar kuat pada masyarakat Bone sangat mendukung lahirnya kegiatan kolektif berbasis komunitas. Warga dapat mengembangkan sudut kebun bersama (community garden), saling membagi bibit antar tetangga, hingga melaksanakan tanam serentak yang dikoordinasikan oleh RT atau kelompok warga. Model seperti ini tidak hanya menguatkan hubungan sosial, tetapi juga menumbuhkan rasa kepemilikan bersama terhadap lingkungan.

BACA JUGA:  TRIBUN BONE di Tahun Politik : 13 Tahun Bertahan Ditengah Badai

Dalam konteks ekonomi rumah tangga, urban farming jelas memberikan manfaat praktis. Harga cabai, tomat, dan berbagai jenis sayuran sering mengalami fluktuasi yang sulit diprediksi. Dengan menanam sendiri, keluarga dapat mengurangi ketergantungan pada pasar serta menjaga stabilitas konsumsi dapur. Efek jangka panjangnya adalah meningkatnya ketahanan pangan keluarga, sekaligus memperkenalkan pola hidup sehat melalui konsumsi sayuran segar hasil kebun sendiri.

Warga perumahan di Watampone maupun kawasan pemukiman di Pelabuhan Bajoe pada dasarnya memiliki struktur lingkungan yang sangat ideal untuk mengembangkan konsep ini. Deretan rumah yang rapi, tersedianya gang-gang dengan pencahayaan baik, serta pekarangan kecil yang dapat ditata ulang menjadi ruang produktif merupakan modal awal yang cukup untuk memulai gerakan urban farming. Bahkan dengan sedikit inovasi, pot tanaman dapat ditata pada pagar rumah, tembok kosong, hingga sudut lorong yang sebelumnya tidak dimanfaatkan.

BACA JUGA:  Tim Riset PNUP Terapkan Ekstraktor Preservatives Pengembangan Alat Ekstraktor, Preservatives untuk Edible Coating dari Kulit Pisang: Inovasi Teknologi Tepat Guna oleh Politeknik Negeri Ujung Pandang

Urban farming tidak memerlukan keahlian khusus atau modal besar. Yang dibutuhkan hanyalah kemauan untuk memulai, sedikit kreativitas, serta pemahaman bahwa halaman sekecil apa pun tetap menyimpan potensi produktif. Jika gerakan ini diadopsi secara masif oleh warga Watampone, maka keberadaannya bukan hanya memperindah lingkungan, tetapi juga menjadi fondasi penting menuju kemandirian pangan lokal.

Kini saatnya masyarakat perkotaan di Kabupaten Bone melihat pekarangan rumah bukan sekadar ruang kosong, tetapi sebagai sumber kehidupan baru. Urban farming adalah langkah kecil namun berdampak besar, sebuah gerakan sunyi yang dapat membentuk generasi masyarakat yang lebih mandiri, sadar lingkungan, dan mampu menjaga keberlanjutan pangan keluarga.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses

No More Posts Available.

No more pages to load.