DEKLARASI NEW YORK KHIANATI SYUHADA PALESTIN

oleh -1,241 x dibaca

Penulis: Amrullah Andi Faisal

Kolumnis Publik di Sinjai

————————–

Deklarasi New York yang lahir dari Konferensi Tingkat Tinggi Internasional di markas Perserikatan Bangsa Bangsa pada 28–30 Juli 2025, bukanlah sebuah kemenangan diplomasi. Ia justru menjadi pengkhianatan terhadap darah para syuhada, derita jutaan rakyat Palestina, serta perjuangan suci yang telah berlangsung lebih dari tujuh dekade.

Dengan dalih membawa “angin segar” melalui solusi dua negara, pernyataan ini malah mengukuhkan status quo penjajahan Zionis Israel. Ia melegitimasi keberadaan entitas Yahudi di tanah kaum Muslimin sekaligus menolak keabsahan perlawanan bersenjata yang sah, baik menurut syariat Islam maupun hukum internasional.

Empat Luka Besar dari Deklarasi

Pertama, deklarasi ini memperkuat solusi dua negara. Narasi usang yang selama puluhan tahun gagal memberi keadilan. Jalan ini bukanlah kemerdekaan, melainkan pengakuan resmi terhadap proyek kolonial Zionis sejak 1948. Palestina yang dijanjikan hanyalah “negara boneka” tanpa kedaulatan, tanpa kendali atas perbatasan, udara, ataupun keamanan.

BACA JUGA:  APATISME POLITIK GEN Z & KEDEWASAAN DEMOKRASI

Kedua, seruan pelucutan senjata Hamas adalah upaya membunuh satu-satunya benteng pertahanan rakyat Gaza. Senjata yang selama ini melindungi mereka dari genosida justru diminta untuk diserahkan kepada Otoritas Palestina. Rezim yang sedari dulu menjadi boneka Israel dan Amerika. Mirisnya, Barat terus mempersanjatai Israel, sewaktu pejuang Palestina ditekan untuk melucuti senjata.

Ketiga, maklumat ini memutarbalikkan fakta sejarah dengan menyalahkan perlawanan, sembari menutup mata terhadap akar masalah, yakni penjajahan brutal sejak 1948. Serangan balasan 7 Oktober 2023 dibingkai sebagai permulaan kekerasan, padahal hanya satu babak kecil dari rangkaian panjang penindasan, pengusiran dan penjajahan rakyat Palestina. Dalam logika terbalik ini, penjajah tampil sebagai korban, sedangkan pembela tanah airnya dicap teroris.

Keempat, deklarasi ini hanyalah propaganda citra damai yang membungkus pengkhianatan. Amerika Serikat, pelindung utama Zionis, tampil seakan penengah netral. Para penguasa Arab yang sudah menjalin hubungan baik dengan Israel turut mencitrakan diri sebagai pendukung Palestina. Semua ini sekadar ilusi yang meninabobokan dunia Islam, sementara proses Yahudisasi Al-Quds terus berjalan.

BACA JUGA:  BERSAMA MENJAGA RAJA AMPAT: ANTARA WISATA, KEARIFAN LOKAL, DAN KONSERVASI

Menyamakan Pejuang dengan Penjajah

Lebih jauh, Deklarasi New York menyamakan pejuang Palestina dengan pemukim ilegal Zionis. Klausulnya mengutuk “tindakan kekerasan” di kedua pihak, seolah agresi kolonial setara dengan jihad membela tanah air. Bahkan revisi kurikulum pendidikan Palestina yang menghapus sejarah perjuangan didukung penuh. Sebuah langkah untuk memutus kesadaran generasi muda dari akarnya.

Jalan Buntu Bernama Diplomasi

Sejarah menunjukkan diplomasi internasional tak pernah melahirkan kemerdekaan Palestina. Dari Inisiatif Perdamaian Arab 2002, Perjanjian Oslo 1993, hingga Konferensi Sharm El-Sheikh 1996. Semuanya berakhir gagal. Deklarasi New York hanyalah bab terbaru dari sandiwara global yang menuntut Palestina menyerah atau binasa.

Para penguasa negara Arab dan muslim yang mendeklarasikan ini, persis menandatangani piagam pengakuan atas kejahatan Israel. Mereka tak sanggup menghalau genosida, walaupun sudah terbit putusan Mahkamah Intternasional, telah ada resolusi Dewan Keamanan PBB dan seruan dari KTT Arab-Islam.

BACA JUGA:  SKANDAL OPLOSAN GAS MELON: DARI MODUS OPERANDI HINGGA DAMPAKNYA BAGI MASYARAKAT

Solusi Nyata, Jihad dan Khilafah

Palestina tak akan berhenti dari penjajahan melalui retorika di PBB, gencatan senjata semu dan penyelesaian dua negara yang berisi jebakan. Kemerdekaan hanya akan terwujud melalui jihad fi sabilillah yang terorganisir di bawah kepemimpinan politik Islam, yaitu Khilafah ‘ala minhaj an-nubuwwah.

Khilafah akan mempersatukan kekuatan militer seluruh negeri Muslim, memutuskan normalisasi, menghentikan pasokan energi ke Barat, serta mengerahkan pasukan untuk menghapus eksistensi penjajah Yahudi dari tanah Al Quds. Inilah jalan yang ditempuh Umar Bin Khattab saat membebaskan Baitul Maqdis pada tahun 637, serta dihidupkan kembali oleh Shalahuddin Al Ayyubi tahun 1187.

Darah para syuhada tidak boleh dibayar dengan ilusi diplomasi. Harga yang pantas adalah kemenangan Islam yang nyata. Pembebasan total Palestina dari Sungai Yordan hingga Laut Tengah di bawah panji Laa ilaha illallah Muhammadur Rasulullah.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses

No More Posts Available.

No more pages to load.