Penulis: Amrullah Andi Faisal
Statistisi Ahli dan Kolumnis Publik di Sinjai
———————–
Kehadiran ojek daring (dalam jaringan) telah merubah peta ekonomi digital di negeri ini. Jutaan orang kini menggantungkan penghidupan mereka pada sektor ini. Layanan ini menggerakan orang dan barang di kota-kota besar, juga menopang ekonomi informal. Namun di balik kemajuan teknologi dan kemudahan layanan, tersimpan masalah mendasar, yakni belum adanya kejelasan hukum dan perlindungan bagi para pengemudinya.
Hubungan antara pengemudi dan platform masih berada di ranah yang kabur, dibalut dengan istilah “kemitraan” yang terdengar baik, namun menyimpan masalah. Para pengemudi tak mendapat jaminan sosial, upah yang layak, ataupun kepastian masa depan. Mereka menanggung seluruh risiko usaha, sementara penyedia aplikasi meraih keuntungan besar.
Harapan mulai tumbuh dengan munculnya Rancangan Undang-Undang (RUU) Ketenagakerjaan yang tengah dibahas. Namun pertanyaannya, apakah aturan ini akan benar-benar menghadirkan keadilan, atau malah menghasilkan persoalan baru?
Hak Pekerja Harus Diakui
RUU ini semestinya memberi jawaban tegas, apakah pengemudi ojek daring ini pekerja atau hanya mitra? Dalam praktiknya, mereka harus memenuhi target, tunduk pada sistem penilaian, hingga menerima hukuman sepihak, mirip sistem kerja biasa.
Jika dikategorikan sebagai pekerja, maka mereka layak mendapat upah minimum, jaminan sosial, hak cuti dan pesangon. Negara harus menetapkan jam kerja yang manusiawi, menjamin keselamatan, serta kesehatan mereka. Ini soal tunjangan, sekaligus pengakuan atas martabat pekerja.
Pihak platform jangan berlindung di balik label “penyedia teknologi.” Mereka harus turut bertanggung jawab secara sosial dan etis. Regulasi yang jelas akan mendorong mereka menanam modal dalam kesejahteraan para pengemudi, di samping mengejar keuntungan.
Fleksibilitas: Kebebasan atau Penindasan?
Kekhawatiran sering muncul. Jika pengemudi diatur secara ketat, kelenturan kerja bisa hilang. Padahal kenyataannya, kelengturan kerap dijadikan dalih untuk menghindari kewajiban. Kelenturan seharusnya memberi pilihan, bukan menjerat.
Jika biaya operasional platform meningkat, maka beban itu harus dibagi adil, bukan dialihkan sepenuhnya ke konsumen atau dikurangi dari insentif pengemudi. Di sini keadilan diuji alam dokumen hukum, juga pada kehidupan sehari-hari masyarakat kecil.
Keadilan Sejati dalam Naungan Khilafah Islamiyah
Akar dari persoalan ini ialah kapitalisme yang menempatkan keuntungan di atas nilai kemanusiaan. Sistem ini telah gagal menghadirkan keadilan sejati. Perbaikan sebagian melalui regulasi sekuler hanya menyentuh permukaan, bukan menyelesaikan akar masalah.
Islam menawarkan penyelesaian menyeluruh melalui penerapan syariah dalam sistem Khilafah Islamiyah.
Hubungan Kerja Berdasarkan Akad Syariah
Dalam sistem Khilafah, hubungan antara pengemudi dan platform diatur melalui akad syariah yang sah, seperti ijarah (kontrak kerja) atau syirkah (kemitraan). Kalau akadnya ijarah, negara wajib menjamin adanya upah layak dan hak-hak pekerja lainnya. Bila akadnya syirkah, maka pembagian keuntungan dan kerugian dilakukan secara adil, berdasarkan kesepakatan yang transparan. Tidak boleh ada dominasi sepihak. Khalifah bertugas memastikan adanya saling ridha dan kejelasan hak serta kewajiban kedua belah pihak.
Jaminan Sosial untuk Semua dari Negara
Khilafah bertanggung jawab atas kesejahteraan seluruh rakyat, termasuk para pengemudi ojek daring. Jaminan sosial diberikan dari Baitul Mal, yang mencakup pelayanan kesehatan gratis, pendidikan bermutu, serta kebutuhan dasar bagi yang miskin. Negara mengelola dana zakat, infak, sedekah dan wakaf untuk kemaslahatan rakyat.
Pengawasan Ketat dan Larangan Eksploitasi
Khilafah melarang segala bentuk eksploitasi. Negara akan mengawasi kegiatan ekonomi, termasuk bisnis platform digital, melalui Qadhi Hisbah (pengawas pasar). Praktik ekonomi yang mengandung riba, ketidakjelasan (gharar) dan spekulasi (maysir) dilarang keras. Tidak boleh ada monopoli, kartel dan eksploitasi tenaga kerja. Pelanggaran akan dihukum sanksi tegas, hingga pencabutan izin usaha.
Teknologi untuk Kesejahteraan
Khilafah akan mengarahkan penggunaan teknologi untuk kemaslahatan rakyat, bukan semata-mata demi keuntungan perusahaan. Negara dapat mendukung hadirnya aplikasi berbasis syariah, yang mengutamakan kesejahteraan pengemudi dan masyarakat. Pengembangan tetap tumbuh dalam bingkai yang adil dan halal.
Baitul Mal Menopang Ekonomi
Baitul Mal sebagai kas negara menjadi pilar utama pembiayaan layanan umum. Dana berasal dari zakat, kharaj, jizyah, fai’, serta pengelolaan sumber daya alam. Angkutan umum disubsidi, prasarana dibangun, serta pendapatan pekerja informal dijamin bila tidak mencukupi kebutuhan hidup.
Keadilan Butuh Sistem
Dengan penerapan syariah secara menyeluruh melalui Khilafah, keadilan bukan sekadar jargon politik atau janji UU. Ia terwujud dalam bentuk nyata, dengan landasan kokoh dan ajaran lurus. Tiada rakyat yang dibiarkan terombang-ambing dalam penguasaan korporasi. Inilah sistem yang menjanjikan kesejahteraan di dunia dan keberkahan di akhirat.