Penulis: Amrullah Andi Faisal
Statistisi Ahli Muda
—————
Pemerintah perlu memperhatikan tingginya IPH (indeks perkembangan harga) pada berbagai kabupaten di Sulawesi Selatan dalam pekan ketiga Juli 2025. Kenaikan IPH tertinggi terjadi di Sinjai sebesar 2,64 persen, menyusul Tana Toraja 2,09% dan Takalar 1,98%. Sedangkan sejumlah wilayah mengalami penurunan berarti, semisal Barru (-1,97%) dan Jeneponto (-3,22%). Pola ini menandakan gerakan harga yang belum sepenuhnya stabil, bahkan menggambarkan ketimpangan gerak harga antardwilayah.
Tabel IPH Pekan III – Juli 2025
Sumber: BPS RI dari olahan data SPPKP Kemendag
Sebagai indikator statistik, IPH menandakan gejolak pasar yang nyata, utamanya terkait harga komoditas pangan strategis. Banyak data yang menginformasikan komoditas hortikultura, seperti cabai rawit dan cabai merah berperan penting dalam perubahan IPH di nyaris semua kabupaten. Umpamanya Sinjai, kenaikan IPH dipengaruhi beras (2,309), udang basah (0,5324) dan cabai rawit (0,3097). Sedangkan IPH di Jeneponto menurun karena deflasi pada cabai rawit (-2,353), tahu mentah (-0,5594) dan cabai merah (-0,3649). Ini menandai ketergantungan pada sedikit komoditas tanpa penguatan diversifikasi, rentan terhadap dinamika cuaca dan pasar.
Nilai CV (koefisien variasi) juga menegaskan keadaan ini. Kabupaten dengan CV besar semacam Luwu (0,239), Jeneponto (0,235) dan Bantaeng (0,209) menginformasikan tingkat volatilitas harga yang tinggi. Harga yang stabil, amat penting guna mengendalikan inflasi, mendukung daya beli masyarakat, kesejahteraan petani dan ketahanan sosial secara utuh.
Menariknya, satu komoditas bisa memberi dampak yang berlainan di daerah yang berbeda. Contohnya cabai rawit yang mendorong inflasi di Tana Toraja, malah menekan harga di Jeneponto. Ini menandakan masih butuh perbaikan dalam penyatuan pasar antardaerah, penguatan sistem logistik dan optimalisasi penggunaan data antardaerah lebih terpadu.
Keadaan ini memberi kesempatan untuk meninjau kembali pendekatan dalam upaya mengendalikan harga pangan daerah. Usaha mengendalikan harga, tak dapat bergantung pada campur tangan sesaat saja, seperti operasi pasar dan subsidi. Dibutuhkan pendekatan sistemik dalam jangka panjang. Upaya ini meliputi pembaharuan data real-time berbasis teknologi, penguatan kelembagaan pangan seperti koperasi tani berbasis syariah, serta pemerataan distribusi logistik antardaerah.
Ada baiknya menengok konsep hisbah dalam ekonomi Islam, yang menegaskan pentingnya peran negara dalam mengawasi pasar demi kemaslahatan umum. Negara merupakan fasilitator. Juga hadir sebagai penjaga keseimbangan antara produsen, konsumen dan struktur pasar. Prinsip ini cocok untuk mewujudkan kestabilan harga yang adil dan keberlanjutan pangan daerah.
Sebab itu, gerakan IPH yang terjadi, semestinya menjadi pijakan untuk memperkuat kerja sama pemerintah daerah dengan Bank Indonesia dan pengusaha. Pendekatan berbasis data yang terukur dan berkesinambungan, menjadi kepastian dalam membuat kebijakan pangan yang responsif, bukan reaktif. Ketahanan pangan daerah diwujudkan dalam distribusi yang merata, harga yang stabil dan kesejahteraan yang dirasakan masyarakat.