80 Tahun Indonesia, Kemerdekaan Atau Petaka ?

oleh -2,165 x dibaca
Nurlaela, S.P., M.Agb

 Oleh : Nurlaela, S.P., M.Agb, Alumni Pascasarjana Unhas Jurusan Agribisnis

 

HARI kemerdekaan merupakan momen untuk mengenang dan menghargai jasa para pahlawan, merenungkan dan mempersiapkan masa depan Indonesia yang lebih baik, serta merayakan kebanggan nasional dan persatuan bangsa. Perayaan ini juga mengingatkan pentingnya menjaga semangat persatuan dalam keberagaman, berjuang untuk cita-cita bersama, dan tidak boleh lengah dalam mempertahankan kemerdekaan dan kemakmuran negara. Seperti makna kemerdekaan menurut perspektif Soekarno dan Hatta, bahwa hari kemerdekaan adalah pengingat perjuangan melawan penjajah dan awal dari perjuangan panjang untuk mewujudkan kemerdekaan sejati serta mengutamakan cita-cita nasional untuk merdeka dan berdaulat.

Perayaan hari kemerdekaan Indonesia-ke 80 pada 17 Agustus 2025 yang dibalut tema “Terus Melaju untuk Indonesia Maju” tentu menjadi momentum penting bagi masyarakat Indonesia. Berbagai macam seremonial dilakukan sebagai bentuk semangat nasionalisme terhadap bangsa Indonesia. Namun di balik semua itu, apakah rakyat benar-benar merdeka? Dengan berbagai macam polemik yang terjadi hingga hari ini, tema tersebut hanya seperti kalimat deklaratif tanpa makna. Merah putih, merahnya bukan lagi berani melainkan pertumpahan darah dan putihnya bukan lagi suci tapi kepolosan rakyat yang terus dimanfaatkan oleh mereka yang hidup dengan uang rakyat.

BACA JUGA:  KETAHANAN PANGAN DALAM ISLAM (SERI 2): FIQH PANGAN, ETIKA, DAN KEBERKAHAN KONSUMSI

Lahirnya resolusi di bangku penguasa menjadi awal timbulnya kontroversi di kalangan rakyat. Beberapa kontroversi DPR tahun 2025, yaitu Skandal tunjangan perumahan Rp.50 juta/bulan, 580 anggota DPR menerima tunjangan perumahan sebesar Rp.50 juta/bulan, Kasus CSR Bank Indonesia, Dua orang anggota DPR Nasdem tersangka kasus korupsi dana CSR BI, Ucapan kasar “tolol”, Anggota DPR Partai Nasdem menyebut lawan bicara tolol dan mengeluarkan komentar seksis, Joget di tengah sidang.

Sejumlah anggota DPR berjoget pada sidang tahunan 15 Agustus 2025, Rapat diam-diam di hotel mewah, Panja revisi UU TNI rapat di Hotel Fairmont, bukan di gedung DPR, Pernyataan Seksis Ahmad Dhani anggota DPR Komisi X, mengeluarkan pernyataan bernada seksis dan melecehkan perempuan saat rapat terbuka, Kontroversi gaya hidup dan flexing. Anggota DPR pamer mobil dan jam branded, liburan ke luar negeri saat rakyat demo, hingga flexing fasilitas negara.

Salah satu fokus utama aksi yang dilakukan terhadap anggota DPR adalah kenaikan tunjangan berupa tunjangan rumah. Sementara data Nota Keuangan dan Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (RAPBN) mencatat anggaran untuk DPR sebesar Rp.9,9 triliun pada 2026 menunjukkan anggaran DPR terus melonjak bahkan melesat 83 persen dalam lima tahun terakhir. Hal ini menimbulkan aksi demonstrasi karena seolah mencekik rakyat di tengah kondisi krisis ekonomi yang terjadi. Aksi dilakukan di beberapa kota besar termasuk Jakarta, Bandung, Surabaya, Medan, hingga Makassar.

BACA JUGA:  Pembelajaran Model "Jihadis", Lokus Transformasi Radikalisme Agama

Aksi dihadiri oleh beberapa kalangan, mulai dari perorangan, siswa, pedagang, ojek online, hingga mahasiswa. Namun penyampaian aspirasi yang disampaikanpublik tidak mendapat respon sehingga berujung pada aksi melempari pagar kantor DPR dengan batu dan botol. Demonstrasi yang dilakukan sebagai luapan kekecewaan terhadap anggota DPR kemudian meluas menjadi kemarahan terhadap kepolisian hingga menyebabkan timbulnya kericuhan. Di tengah aksi, sebuah kendaraan taktis Brimob yang berupaya membubarkan massa melindas seorang ojek online (Affan Kurniawan, 21) saat mengantar pesanan yang menyebabkan korban kehilangan nyawa. Tragedi tragis ini memicu rakyat mengecap polisi dengan istilah ACAB 1312 “All Cops Are Bastards”. Meski bukan merupakan istilah baru, namun hal itu sebagai bentuk protes atas kezaliman yang telah dilakukan oleh tujuh orang anggota Brimob.

BACA JUGA:  ARAH PENDIDIKAN SETELAH DELAPAN DEKADE KEMERDEKAAN

Kemudian kondisi Indonesia kembali memanas dengan aksi heroik yang dilakukan oleh massa dengan membakar gedung-gedung DPRD di sejumlah daerah. Akibatnya, beberapa orang kehilangan nyawa karena tidak lagi dapat menyelamatkan dirinya. Hal tersebut tentu tidak diinginkan terjadi karena jelas merugikan beberapa pihak. Kejadian tersebut juga dikhawatirkan akan sama dengan krisis yang terjadi pada tahun 1998 meski berbeda pada target. Hal ini juga disampaikan oleh Bapak H. M. Jusuf Kalla (Wakil Presiden RI ke 10 dan 12) bahwa kondisi saat ini awalnya sama dengan era Pak Harto tahun 1998 saat krisis ekonomi bersamaan dengan krisis politik.

Melihat kondisi Indonesia hari ini, jelas tidak ada kemerdekaan bagi rakyat tetapi justru penjajahan dan penindasan. Maka pemerintah sebaiknya perlu mendengar dan merespon aspirasi rakyat, mengevaluasi kembali kebijakan agar tidak merugikan rakyat di tengah gaya hidup mewah para pemangku jabatan, meningkatkan transparansi, serta mengedepankan kepentingan rakyat. Selain itu, masyarakat juga perlu menyampaikan aspirasi secara damai dan menghindari tindakan anarkis agar tidak merugikan diri sendiri dan orang lain.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses

No More Posts Available.

No more pages to load.