Oleh : Dr. Abdul Hakim, M.Ag,
Dosen IAIN Bone
————————————————-
IDUL ADHA adalah ibadah tahunan yang dilksanakan umat Islam seluruh dunia setiap tahunnya yang dibarengi dengan penyembelihan hewan kurban. Idul Adha yang biasanya dilaksanakan umat Islam setiap tanggal 10 Dzulhijjah. Idul Adha tahun ini bertepatan dengan adanya kebijakan pemerintah tentang efesiensi anggaran. Efisiensi anggaran tersebut memiliki dampak yang kompleks pada daya beli masyarakat, baik positif maupun negatif. Secara umum, efisiensi anggaran yang baik dapat meningkatkan daya beli masyarakat melalui stabilitas harga dan peningkatan belanja pemerintah yang efektif. Namun, efisiensi anggaran yang berlebihan dapat memberi dampak negatif diantaranya adalah ; Pertama, Pengurangan Belanja Pemerintah. Efisiensi anggaran yang berlebihan dapat menyebabkan pengurangan belanja pemerintah, terutama pada sektor konsumsi, yang dapat mengurangi daya beli masyarakat. Kedua, Pemangkasan Belanja Daerah dan Kementrian. Efisiensi anggaran dapat memengaruhi belanja daerah demikian juga pada kementrian-kementrian , yang dapat menyebabkan penurunan daya beli pada lapisan masyarakat. Ketiga, PHK dan Pengangguran. Efisiensi anggaran yang tidak diatur dengan baik dapat menyebabkan Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) di berbagai sektor, terutama tenaga honorer dan pekerja di sektor yang bergantung pada anggaran pemerintah, yang dapat mengurangi daya beli masyarakat. Keempat Penundaan Proyek Infrastruktur. Efisiensi anggaran dapat menyebabkan penundaan atau bahkan penghentian proyek infrastruktur yang penting, yang dapat menghambat pertumbuhan ekonomi dan daya beli masyarakat.
Namun sebagai ummat Islam kita berharap semoga dampak dari efesiensi anggaran ini tidak berpengaruh terhadap semangat untuk berkurban pada tahun ini. Akan tetapi justru dengan adanya efesiensi ini menjadi cambuk bagi kita untuk menguji ketaqwaan kita kepada Allah swt. Idul Adha termasuk hari raya besar dalam Islam yang diperingati setiap tahunnya. Saat Idul Adha, kaum muslimin yang mampu, disyariatkan untuk berkurban. Allah SWT berfirman dalam surah Al Hajj ayat 34 : “Bagi setiap umat telah Kami syariatkan penyembelihan (kurban) agar mereka menyebut nama Allah atas binatang ternak yang dianugerahkan-Nya kepada mereka. Tuhanmu ialah Tuhan Yang Maha Esa. Maka, berserah dirilah kepada-Nya. Sampaikanlah (Nabi Muhammad) kabar gembira kepada orang-orang yang rendah hati lagi taat (kepada Allah).”
Terlepas dari dalil seruan dan anjuran untuk berkurban , ibadah kurban sendiri merupakan aktivitas yang sakral. Keberadaannya tidak semata hadir ketika suatu teks ajaran keagamaan diturunkan, melainkan lahir dari rajutan sejarah yang berisikan perjuangan dan pengorbanan. Artinya, ibadah kurban tidak melulu bernuansa terma religius, tapi juga renungan sosio-humanis dan pendidikan multikultural bagi umat. Peristiwa sejarah tersebut merupakan contoh perjuangan yang telah dilakukan oleh para pendahulu kita untuk menguji ketaqwaan mereka pada saat mereka secara logika sangat berat untuk melakukannya. Akan tetapi disinilah Allah menguji sejauh mana ketaqwaan mereka.
Sejarah dan asal usul pertama kali disyariatkan kurban tidak terlepas dari kisah Nabi Ibrahim dan anaknya nabi Ismail. Namun, sejarah pelaksanaan kurban pada dasarnya berawal dari kisah perselisihan Qabil dan Habil, anak Nabi Adam AS. Kurban pertama kali dilakukan oleh anak-anak Nabi Adam untuk menentukan siapa yang berhak mempersunting saudarinya, Iqlima. Untuk mengatasi perselisihan tersebut, Nabi Adam AS. meminta kedua putranya untuk melaksanakan kurban. Dengan ketentuan, siapa yang kurbannya diterima oleh Allah SWT, maka dialah yang berhak mempersunting Iqlima. Habil yang seorang pengembala mengorbankan seekor kambing yang gemuk. Sementara Qabil yang merupakan seorang petani mengorbankan segenggam hasil panennya yang paling jelek. Kemudian ditaruhlah kedua persembahan kurban itu di atas sebuah bukit. Keduanya bersama Nabi Adam menyaksikan dari jauh apa yang akan terjadi terhadap dua macam kurban itu.Ternyata binatang kurban milik Habil itu musnah termakan api. Sedangkan gandum Qabil tidak tersentuh sedikitpun oleh api dan tetap utuh. Kisah pengorbanan kedua anak Adam ini tertuang dalam Al-Qur’an surah al-Maidah ayat 27: “Dan ceritakanlah (Muhammad) yang sebenarnya kepada mereka tentang kisah kedua putra Adam, ketika keduanya mempersembahkan kurban, maka (kurban) salah seorang dari mereka berdua (Habil) diterima dan dari yang lain (Qabil) tidak diterima. Dia (Qabil) berkata, “Sungguh, aku pasti membunuhmu!” Dia (Habil) berkata, ‘Sesungguhnya Allah hanya menerima (amal) dari orang yang bertakwa’.” Dalam ayat tersebut dijelaskan bahwa Kurban milik Habil yang berupa domba yang gemuklah yang diterima oleh Allah SWT karena bentuk ketakwaannya. Sementara Qabil, karena ketidakikhlasannya, sehingga kurbannya tidak diterima oleh Allah SWT.
Kisah Kedua adalah peristiwa besar dan agung dari kerelaan Nabi Ibrahim untuk menyembelih anaknya Nabi Ismail. Dikisahkan Nabi Ibrahim AS. diperintah oleh Allah SWT untuk menyembelih anaknya melalui mimpi. Saat mendapat perintah tersebut, Ibrahim pun begitu terpukul hingga dirinya roboh dan tak berkutik. Dengan hati-hati, diceritakannya mimpi tersebut kepada anaknya, Ismail AS. Namun Ismail menanggapinya dengan berjiwa besar. Ia tidak merasa keberatan sedikitpun bahkan mendorong ayahnya agar tidak ragu-ragu melaksanakan perintah Tuhan semesta alam. Melihat ketegaran putranya, Ibrahim AS pun teguh dengan mimpinya. Hatinya pun tenang dalam kepasrahan kepada Allah SWT. Ayah dan anak inipun bersiap untuk menjalankan perintah Tuhannya. Ismail siap disembelih. Ibrahim membaringkannya, kemudian mengambil pisau yang sudah diasah terlebih dahulu. Sejurus, diayunkannya pisau tajam tersebut ke arah Ismail. Namun, seketika itulah Allah SWT memanggil Ibrahim. Karena kepasrahannya, Allah pun menerima pengorbanan Ibrahim. Allah pun memerintahkkan agar mengurungkan penyembelihan Ismail. Sebagai gantinya, di situ sudah tersedia seekor hewan sembelihan yang besar, sehat dan gemuk.
Kisah pengurbanan Nabi Ibrahim dan Ismail ini tertuang dalam Al-Qur’an surah sh-Shaffat ayat 102-107: ”Maka ketika anak itu sampai (pada umur) sanggup berusaha bersamanya, (Ibrahim) berkata, “Wahai anakku! Sesungguhnya aku bermimpi bahwa aku menyembelihmu. Maka pikirkanlah bagaimana pendapatmu!” Ismail menjawab, “Wahai ayahku! Lakukanlah apa yang diperintahkan (Allah) kepadamu; Insya Allah engkau akan mendapatiku termasuk orang yang sabar. Maka ketika keduanya telah berserah diri dan dia (Ibrahim) membaringkan anaknya atas pelipis(nya), (untuk melaksanakan perintah Allah). Lalu Kami panggil dia, “Wahai Ibrahim!”. Sungguh, engkau telah membenarkan mimpi itu.”Sungguh, demikianlah Kami memberi balasan kepada orang-orang yang berbuat baik. Sesungguhnya ini benar-benar suatu ujian yang nyata. Dan Kami tebus anak itu dengan seekor sembelihan yang besar”.
Kisah ketiga adalah bagaimana kurban yang dilaksanakan oleh Rasulullah saw. Pelaksanaan kurban yang dilksanakan oleh Rasulullah saw. dijelaskan dalam beberapa hadis; Pertama, Hadis yang diriwayatkan oleh Ibnu Umar ra. berkata :“Rasulullah tinggal di Madinah selama 10 tahun, dan beliau berkurban setiap tahun.” (HR. Ahmad & Tirmidzi). Dalam hadis ini terlihat betapa antusiasnya Rasulullah dalam berkurban dengan melakukannya setiap tahun, bahkan saat sedang bersafar pun beliau masih sempat berkurban. Sebagaimana diceritakan oleh sahabat Tsauban dalam hadis yang diriwayatkan oleh Imam Muslim bahwa Nabi menyembelih hewan kurban dan memerintahkan sahabat Tsauban untuk memasaknya dan menikmatinya hingga mereka sampai di Kota Madinah. Kedua, Dari ‘Aisyah, diriwayatkan bahwa Rasulullah saw. pernah menyuruh untuk diambilkan dua ekor domba bertanduk yang di kakinya ada warna hitam, perutnya terdapat belang hitam, dan di kedua matanya terdapat belang hitam. Kemudian domba tersebut diserahkan kepadanya untuk dikurbankan, lalu bersabda kepada ‘Aisyah: Wahai ‘Aisyah, bawalah pisau kemari. Kemudian beliau bersabda: Asahlah pisau ini dengan batu. Lantas ‘Aisyah melakukan apa yang diperintahkannya, setelah diasah, beliau mengambilnya dan mengambil domba tersebut dan membaringkannya lalu beliau menyembelihnya. Kemudian beliau mengucapkan: Dengan nama Allah, ya Allah, terimalah ini dari Muhammad, keluarga Muhammad, dan umat Muhammad. Ketiga, Rasulullah saw.. pernah absen satu kali tidak menyembelih hewan kurban yaitu saat menjalankan Haji Wada’ di tahun ke 10 Hijriyah. Kendati demikian, ia menggantinya dengan Hadyu (menyembelih hewan saat haji) sejumlah 100 ekor unta. Yang mana 63 ekornya beliau nahar (cara menyembelih unta) sendiri dan sisanya Ia berikan kepada Ali radhiyallahu ‘anhu untuk melakukannya.
Bagi beberapa orang yang masih ragu dan terlalu banyak alasan untuk tidak berkurban, hendaknya mencontoh semangat Baginda Nabi saw. Bila masih pelit dan enggan, malu rasanya menjadikan Nabi Muhammad saw. sebagai idola dan panutan. Akan tetapi bagi yang belum memiliki kelapangan rejeki untuk berkurban tahun ini, semoga Allah mempermudah jalan untuk melaksanakannya tahun depan. Tentu bukan hanya berharap, tapi juga dengan doa dan berusaha. Apalagi kalau dilihat dari begaimana kehidupan Rasulullah saw. sehari-hari dibandingkan dengan kehidupan kita saat ini. Berikut beberapa potret bagaimana kehidupan Rasululah saw.. sehari-hari ; 1). Cara Makan Rasulullah saw.. Kesederhanaan Rasulullah saw. bisa dilihat dari cara makannya yang tidak pernah mengolesi roti dan daging dengan madu ketika makan, kecuali saat menjamu tamu. Diriwayatkan dari Anas RA, ia bercerita tentang gaya makan Rasulullah SAW. sebagai berikut:”Sesungguhnya, Rasulullah saw. dalam sarapan dan makan malamnya tidak pernah memadukan roti dengan daging, kecuali bila sedang menjamu tamu.” (HR Tirmidzi). Rasulullah saw. juga tidak pernah makan roti ataupun daging hingga perutnya kenyang. Hal ini sebagaimana disebutkan dalam hadis yang diriwayatkan dari Malik bin Dinar ra: “Rasulullah tidak pernah makan roti atau daging sampai kenyang, kecuali jika sedang menjamu tamu.” (HR Tirmidzi). 2) Pakaian Rasulullah saw. Kesederhanaan Rasulullah saw. juga ditunjukkan dari pakaiannya yang bukan terbuat dari kain yang halus, bukan pula dari harga yang mahal. Sementara warna pakaian yang paling disenangi Rasulullah saw., yaitu pakaian berwarna putih. Dinyatakan dalam sebuah riwayat, beliau pernah bersabda: “Pakailah pakaian yang berwarna putih, karena ia lebih suci dan lebih bagus, dan jadikan ia kain kafan bagi orang yang meninggal di antara kalian.” (HR at-Tirmidzi). Kesederhanaan Rasulullah saw. terbukti ketika Aisyah memperlihatkan kepada beberapa orang sahabat pakaian yang telah kumal dan sarung yang terbuat dari kain kasar. Aisyah berkata, “Rasululalh saw. dicabut ruhnya sewaktu memakai kedua pakaian ini.” 3). Rumah Rasulullah SAW. Rumah Rasulullah SAW. bisa dikatakan sangat sederhana, yaitu hanya terbuat dari tembok bata dengan atap daun kurma yang dikeringkan yang jatuh ke satu sisi. Isi dari rumah beliau hanyalah satu ruang untuk kegiatan utama dan kamar tidur. Kasur dan bantal beliau terbuat dari kulit yang diisi dengan serabut dan perabotan yang sangat sederhana. Beliau tidur hanya dengan beralaskan tikar dan di dinding rumahnya tidak tampak satu pun tirai yang menghiasi. 4). Simpanan Harta Rasulullah SAW. Ia tidak memiliki simpanan harta sedikitpun. Ia tidak pernah menyimpan atau menumpuk harta untuk hari esok. Bahkan, saat wafatnya ia hanya meninggalkan pedang, seekor keledai, dan sebidang tanah yang dishadaqahkan di jalan Allah SWT. Ia mencontohkan agar umatnya tidak suka menimbun harta dan lebih senang memberi kepada orang yang membutuhkan.
Berdasarkan ketiga kisah ini jika diukur dari segi kemampuan dan ujian yang diberikan kepada kita saat ini belum sebanding dengan pengorbanan yang telah mereka contohkan. Oleh karena itu tidak ada alasan untuk tidak berkurban dengan dampak negatif yang ditimbulkan oleh adanya efesiensi anggaran. Bukankah kurban yang dilakukan adalah untuk menguji ketaqwaan seseorang dan salah satu indikator pengujian ketaqwaan kita adalah mampu berinfak pada saat lapang dan sempit sebagaimana dijelaskan dalam Al-Qur’an Surah Ali Imran : “Orang-orang yang berinfak baik dalam keadaan lapang maupun dalam keadaan sempit, dan orang-orang yang menahan amarahnya dan memaafkan (kesalahan) orang. Dan Allah mencintai orang yang berbuat kebaikan.” Lebih-lebih lagi, jangan sampai kita termasuk orang yang disinggung dalam hadis : “Barang siapa memiliki keluasan (rezeki), dan tidak berkurban, maka jangan sekali-kali dia mendekati tempat shalat kami (HR. Ibnu Majah).
Kurban diperintahkan dalam ajaran agama Islam ini tentunya mengandung banyak hikmah dan pelajaran yang sangat berharga bagi seluruh umat manusia untuk dipahami dan diteladani :
Pertama, cinta hendaknya dicurahkan kepada Allah SWT sebab Rahmat Allah yang tidak terhitung nilai dan jumlahnya senantiasa mengucur dalam setiap jengkal kehidupan manusia. Maka di satu sisi, berkurban menjadi bentuk curahan cinta kita kepada Allah. Hal ini sejalan dengan firman Allah SWT. Yang berbunyi : “Sesungguhnya Kami telah memberikan karunia sangat banyak kepadamu, maka sholatlah untuk Tuhanmu dan sembelihlah kurban.” (Al-Kautsar: 1-2).
Kedua, Kurban adalah media meningkatkan ketaqwaan kepada Allah Swt. Barang siapa berkurban karena taqwa kepada Allah Swt. maka Allah akan menerima kurban tersebut menjadi amalan yang berat di sisi-Nya. Sebagaimana dijelaskan dalam Al-Qur’an surat Al-Maidah ayat 27: “Sesungguhnya Allah hanya menerima (kurban) dari orang-orang yang bertaqwa”. Salah satu keutamaan kurban, yaitu kita membuktikan kepatuhan dan ketaatan kepada Allah SWT. Dengan begitu, Allah memerintahkan malaikat untuk memberikan kabar gembira pada hamba-hambaNya yang berkurban. Ibadah kurban merupakan wujud nyata dari taqwa kepada Allah SWT. Taqwa berarti ketaatan dan kesadaran diri untuk berbuat baik dan menghindari perbuatan yang tidak disukai oleh Allah. Berkurban adalah tindakan pengorbanan yang memperkuat ikatan antara hamba dengan Allah, sekaligus menunjukkan rasa syukur atas segala nikmat yang diberikan.
Ketiga, hewan kurban akan menjadi saksi amal ibadah di hari kiamat nanti. Hewan yang dikurbankan akan datang dalam wujud amal kebaikan yang pada gilirannya akan menyelamatkan nasib tuannya di hari akhir nanti. Sebagaimana dijelaskan dalam hadis Rasulullah saw.. : “Tidak ada amalan yang dikerjakan anak Adam ketika hari (raya) kurban yang lebih dicintai oleh Allah Azza Wa Jalla dari mengalirkan darah, sesungguhnya pada hari kiamat ia akan datang dengan tanduk-tanduknya, kuku-kukunya & bulu-bulunya. Dan sesungguhnya darah tersebut akan sampai kepada Allah Azza Wa Jalla sebelum jatuh ke tanah, maka perbaguslah jiwa kalian dengannya.” [HR Imam At. Tirmidzi].
Keempat, orang yang berkurban akan dibalas dengan kebaikan dan pahala yang berlimpah. Bahkan, balasan pahala tersebut tidak terhitung jumlahnya. Analogi yang diberikan, bahwa setiap bulu dari hewan yang dikurbankan mengandung satu pahala dan kebaikan bagi orang yang berkurban sebagaimana dijelaskan dalam hadis Rasulullah saw.. : Dari Zaid bin Arqam, dia berkata: berkata para sahabat Rasulullah SAW. : “Wahai Rasulullah, hewan kurban apa ini?” Beliau bersabda: “Ini adalah sunah bapak kalian, Ibrahim.” Mereka berkata: “Lalu pada hewan tersebut, kami dapat apa wahai Rasulullah?” Beliau bersabda: “Pada setiap bulu ada satu kebaikan.” Mereka berkata: “Bagaimana dengan shuf (bulu domba)?” Beliau bersabda: “Pada setiap bulu shuf ada satu kebaikan.” [HR. Riwayat Ibnu Majah). Dalam Riwayat yang lain dikatakan : Kelak, di hari akhir, hewan yang kita kurbankan juga akan menjadi saksi di hari penghitungan amal. “Tidak ada amalan yang dikerjakan anak Adam ketika hari (raya) kurban yang lebih dicintai oleh Allah Azza Wa Jalla dari mengalirkan darah. Sesungguhnya pada hari kiamat ia akan datang dengan tanduk-tanduknya, kuku-kukunya dan bulunya. Sesungguhnya darah tersebut akan sampai kepada Allah Azza Wa Jalla sebelum jatuh ke tanah, maka perbaguslah jiwa kalian dengannya.” (HR. Ibnu Majah).
Kelima, perintah berkurban adalah perintah bagi mereka yang mampu memiliki kelebihan rezeki dan membagikan dagingnya untuk kaum miskin dan dhuafa yang membutuhkan. Hal ini adalah bentuk komunikasi sosial untuk saling membantu berbagi kenikmatan dalam perayaan idul adha. Alhasil, terbangun ikatan solidaritas sosial dan semangat tolong-menolong antara anggota masyarakat. Sikap tersebut dapat mengurangi kesenjangan sosial dan menjaga suasana kehidupan harmonis di antara sesama warga.
Keenam, sejatinya ibadah kurban adalah perintah untuk mengorbankan sifat egois, sikap mementingkan diri sendiri, rakus dan serakah, yang dibarengi dengan kecintaan kepada Allah SWT, diwujudkan dalam bentuk solidaritas sosial. Sebagai gambaran sistem sosial dan kemanusiaan. Dalam Islam Ibadah kurban menjadi contoh nyata bagaimana Islam mengatur aspek kemanusiaan, sosial, bahkan juga perekonomian umatnya. Distribusi daging kurban yang menyeluruh menjadi contoh baik dalam menjaga harmonisnya kehidupan sosial kemasyarakatan umat Islam. Hal ini mampu memupuk rasa solidaritas umat. Menghubungkan rasa kasih sayang antara fakir miskin dengan yang kaya dan mampu. Agar jangan sampai saudara kita tidak bisa merasakan nikmatnya daging, karena tidak mampu membeli. Kurban merupakan tanda bersyukurnya seorang hamba pada RabbNya. Dengan adanya ibadah kurban, kita diajak untuk meresapi lebih dalam tentang makna mensyukuri nikmat Allah. Perintah berkurban hadir di kala Rasulullah sedang berada dalam tekanan dan serangan oleh kaum kafir. Namun, Allah justru memerintahkan Rasulullah untuk melakukan kurban dan mensyiarkannya. Situasi tersebut memberi hikmah pada umat Islam untuk tetap mengutamakan ibadah kepada Allah, meski ujian melanda. Sama halnya dengan situasi umat saat ini yang tengah efesiensi Jangan khawatir untuk berkurban. Insyaa Allah, Allah yang akan menjaga kita semua.