Libureng Apakah Aliran Sesat? Ini Penjelasan Ketua MUI Bone

oleh -577 x dibaca
Doc: Aliran Puang Nene saat sedang melakukan ritual

LIBURENG, TRIBUNBONEONLINE.COM–Warga tengah dihebohkan dengan munculnya sebuah aliran sesat yang berada di Dusun Pape, Desa Mattirowalie, Kecamatan Libureng, Kabupaten Bone, Sulawesi Selatan. Aliran sesat tersebut bernama Al-Mukarrama Al-Khaerat Mukminin Segitiga Emas Sunda Nusantara.

“Warga Desa Mattiro Walie dibuat resah dengan kemunculannya dugaan aliran sesat ini, apalagi saat ini tengah memasuki bulan suci ramadhan, yang bisa mengganggu kekhusyukan ibadah salat tarawih. Begitupun aktivitas warga bisa terganggu dengan adanya dugaan aliran sesat ini di Desamya,” kata Harman warga Mattiro Walie kepada Tribun Bone.

Informasi yang dikutip di Liputan6. com, Kepala Desa Mattirowalie, Andi Swandi menjelaskan bahwa aliran sesat ini didirikan oleh Grento Walinono alias Puang Nene yang berasal dari Kabupaten Soppeng. Sementara untuk di Wilayah Bone dipimpin oleh Hasang alias Acang.

“Aliran sesat ini dipimpin oleh warga Kabupaten Soppeng yang sementara berdomisili di Kecamatan Libureng, bernama Walinono alias Puang Nene bersama satu orang Bone sendiri yakni, Hasang alias Acang yang memiliki berperan sebagai pemimpin,” sebutnya.

Dalam ajarannya, para pengikut Al-Mukarrama Al-Khaerat Mukminin Segitiga Emas Sunda Nusantara tidak dianjurkan melaksanakan salat lima waktu. Tak hanya itu, para pengikutnya juga diwajibkan untuk membayar sejumlah uang kepada pemimpin aliran sesat tersebut.

BACA JUGA:  Syukuri Hasil Panen Melimpah, Warga Desa Walimpong Gelar Mappadendang Mappadekko

“Jadi ajarannya itu tidak salat lima waktu, memberikan ilmu tarekat kepada pengikutnya atau tidak Salat Jumat, kemudian mewajibkan para pengikutnya untuk memberikan mahar sebagai ongkos pembeli kursi nantinya untuk hari akhir,” jelasnya.

Belum diketahui pasti berapa jumlah pengikut Al-Mukarrama Al-Khaerat Mukminin Segitiga Emas Sunda Nusantara. Namun polisi memastikan bawa aliran yang diduga sesat itu rutin menggelar pertemuan setiap akhir tahun dengan membebankan pembayaran Rp750 ribu kepada setiap pengikutnya.

“Selain itu, setiap bulan selalu memberi sesajen berupa makanan di pinggir sungai di Desa Mattirowalie Kecamatan Libureng, Kabupaten Bone,” imbuhnya

Namun belakang Kades Mattiro Walie Andi Swandi, mengklarifikasi pernyataan semua penyataan yang pernah dia berikan kepada sejumlah media, kini sudah dibantah tidak pernah mengatakan aliran itu dianggap sesat, dia juga meralat dan membantah, bahwa pengikut puang nene, itu tidak mewajibkan pengikutnya untuk salat 5 waktu dan salat jumat, semuanya itu tidak benar,”tegasnya.

Sementara itu ketua Majelis Ulama Indonesia (MUI) Kabupaten Bone, Prof. Muh. Amir, HM dikonfirmasi tribunboneonline.com Sabtu, 25 Maret 2023, menjelaskan, kami menelusuri, kita sudah dapat infromasinya, akurat karena mereka kita datang disana (Libureng, red) salat jumat bersama Kapolsek, Koramil, Kepala Desa, unsur Kemenag Bone, KUA setempat. Mereka salat jumat disana dan yang khotbah itu ketua MUI Libureng, dan kebanyakan pengikut aliran itu, adalah keluarga MUI setempat.

BACA JUGA:  Tampil Memukau di Karnaval Budaya HJB, PSB Bone Sangdara Diapresiasi

Itu puang nene, lanjut Prof. Amir, berasal dari Kabupaten Soppeng, sudah lama disitu bahkan pernah diusir warga setempat dan oleh pak Desa dengan menyampaikan pernyataan,” tidak akan menginjakkan kaki lagi di Desa ini”, akan tetapi sering lagi datang kalau malam-malam bicara tentang ajaran dia yang mau kembangkan. Nah ajaran itu yang dia kembangkan itu mengarah kepada bentuk penyembahan-penyembahan selain Allah SWT, semacam syirik,” jelasnya.

Dan itu masih ada di masyarakat kita dan pengikutnya itu tidak mantap agamanya sehingga pengikutnya berkata barusan ada ajaran yang mereka yakini, cocok, sefaham dengan ajaran yang selama ini. Dan rata-rata pengikutnya itu tidak berilmu pengetahuan tentang agama islam lalu mudah dipengatuhi dan sudah banyak pengikutnya yang tinggalkan itu banyak memberikan informasi ke kami. Yang pertama tidak pernah diajarkan katanya tidak pernah salat.

Memang dia salat karena untuk salat itu harus di tahu dimana ditujukan seperti salat hanya rukuk dan sujud saja, lambang saja menurut mereka. “Semacam tarekat dan masih berkembang di Bone, namun tidak dibesar-besarkan masih ada seperti itu tidak mengakui salat 5 waktu, yang dicari hanya “salat teppetu dan jenne telluka” Dalam bahas Bugis. Itu ada di mana-mana jadi seperti itu gambarannya,”terangnya.

BACA JUGA:  RKBB Saoraja Bone Siap Launching Wanua Museum

Jadi kemarin dipantau ternyata informasi itu mengatakan mereka dilarang salat ternyata tidak kata pengikutnya. Kemarin tanpa pemberitahuan kami datang, mereka datang salat jumat. Pengikutnya sendiri mengatakan tidak pernah mengatakan dilarang salat cuma memang dia tidak salat. Lalu mereka sepakat dalam pembinaan tidak mengarah kepada Terorisme, tidak mengarah kepada Radikalisme, kalau penyembahan-pemyembahan berhala itu tugas umat Islam untuk memurnikan akidahnya itu tugas kami.

Jadi kesimpulannya disana kepala Desa Mattiro Walie sendiri mengatakan dalam tahap pembinaan, itu yang diklarifikasi jadi kami juga sudah lapor kepada MUI Provinsi bahwa berikan kesempatan umat Islam disini, KUA setempat untuk melakukan pembinaan dan Insya Allah di Libureng siap di Ramadhan ini, mereka diberikan ceramah, kemudian khotbah jumat ditugaskan MUI Libureng untuk aktif sebagai wujud pembinaan kami.

Penulis : Amry Amas

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.