Makanan Bergizi Gratis: Senjata Ampuh Menghancurkan Bangsa

oleh -294 x dibaca

Oleh: Andi Kaerul Amri (Mahasiswa Universitas PTIQ Jakarta)

___________________________________

Pemangkasan anggaran Pendidikan di era presiden Prabowo layaknya sebuah lakon hironi yang piawai memainkan paradoks. Satu sisi negara berkoar-koar tentang prioritas Pendidikan, tapi disisi lain dengan gesit memangkas 8 triliun rupiah dari anggaran

Kemendikdasmen. Seolah-olah masa depan anak bangsa bisa dihitung dari jumlah kertas yang dihemat dari meja kantor. Alih-alih membenahi sekolah yang bocor atau guru honorer yang digaji seadanya, pemerintah justru sibuk memangkas 90% anggaran alat tulis kantor. Seakan- akan para siswa bisa menulis di langit-langit kelas yang retak.

BACA JUGA:  BANK SYARIAH (2): SOLUSI PEMBIAYAAN SYARIAH UNTUK USAHA MIKRO DAN KECIL

 

Program serOfikasi gurupun dipangkas separuh seakan-akan kualitas Pendidikan bisa diganOkan oleh janji-janji MAKANAN BERGIZI GRATIS yang lebih mirip dengan bungkusan retorika poliOk keOmbang solusi nyata. Jika begini jadinya mungkin suatu hari nanO kita akan punya generasi yang pandi berhitung 6+8=12 . Tapi seOdaknya mereka bisa tersenyum karena perut kenyang meskipun otaknya kosong.

Namun, lebih mengkhawaOrkan lagi adalah dampak sosial dan ekonomi jangka panjang dari kebijakan ini. Orang tua anak-anak di PHK, Kebijakan pemangkasan anggaran pendidikan yang disertai dengan program makanan bergizi graOs bagi anak-anak tampaknya dipresentasikan sebagai langkah kemanusiaan yang penuh perhaOan. Namun, jika kita menelaah lebih dalam, ada ironi yang tak terelakkan. Di satu sisi, anak-anak di sekolah-sekolah mendapatkan makanan bergizi yang konon bisa mendukung pertumbuhan fisik dan otak mereka. Namun, di sisi lain, orang tua dari anak-anak tersebut justru terpaksa menelan kenyataan pahit: mereka kehilangan pekerjaan, terputus mata pencahariannya, dan terjebak dalam keOdakpasOan ekonomi yang semakin parah.

BACA JUGA:  ZAKAT PERTANIAN: POTENSI BESAR, KONTRIBUSI NYATA UNTUK KESEJAHTERAAN PETANI

Pagi makan, malam kelaparan. Inilah kenyataan yang harus dihadapi oleh banyak keluarga di Indonesia, yang mungkin anak-anaknya dipasOkan mendapat makanan bergizi di sekolah, tetapi orang tuanya harus mengais rezeki untuk bertahan hidup setelah di-PHK atau kehilangan penghasilan tetap. Apakah kita bisa membayangkan seorang anak yang duduk di meja makan sekolah dengan perut kenyang, sementara ibunya yang menunggu di rumah terpaksa memilih antara membeli beras atau membayar biaya listrik bulan ini?

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses

No More Posts Available.

No more pages to load.