Aspek Perpajakan Koperasi Merah Putih

oleh -761 x dibaca
Oplus_131072

Oleh: Petrus Manna, pegawai Direktorat Jenderal Pajak

Program Koperasi Desa Merah Putih merupakan inisiatif strategis nasional yang dicanangkan oleh Presiden Prabowo Subianto pada tahun 2025. Program ini disampaikan pertama kali dalam Retret Kepala Daerah di Akademi Militer Magelang pada 21-28 Februari 2025 dan diperkuat melalui instruksi dalam Rapat Terbatas Kabinet di Istana Negara tanggal 3 Maret 2025.

Program ini merupakan perwujudan dari Asta Cita kedua tentang kemandirian bangsa melalui swasembada pangan berkelanjutan dan Asta Cita keenam tentang pembangunan dari desa untuk pemerataan ekonomi menuju Indonesia Emas 2045. Melalui Instruksi Presiden Nomor 9 Tahun 2025, pemerintah menetapkan langkah strategis, terpadu, terintegrasi, dan terkoordinasi antar kementerian/lembaga dan pemerintah daerah untuk melakukan optimalisasi dan percepatan pembentukan Koperasi Desa/Kelurahan Merah Putih.

Program Koperasi Desa Merah Putih merupakan langkah strategis pemerintahan  dalam upaya memperkuat ketahanan pangan dan ekonomi kerakyatan di tingkat desa. Dengan target 70.000 koperasi yang akan diluncurkan pada Hari Koperasi Nasional tanggal 12 Juli 2025, program ini diharapkan menjadi motor penggerak ekonomi desa yang berkelanjutan.

Program ini berusaha mengakomodasi berbagai kondisi yang ada di lapangan. Pengelolaan yang profesional, transparan, dan akuntabel, serta mekanisme pengawasan yang ketat diharapkan dapat menjamin keberhasilan program ini dalam mencapai tujuannya untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat desa.

Dalam kegiatan operasionalnya Koperasi Merah Putih dapat melakukan melakukan berbagai jenis usaha atau kegiatan, meliputi : Gerai/outlet penyediaan sembako, Gerai/outlet penyediaan obat murah, Penyediaan kantor koperasi, Unit simpan pinjam koperasi, Gerai/outlet klinik desa, Penyediaan cold storage/cold chain atau Gudang, Logistik (distribusi) dan lain-lain sesuai penugasan dan kebutuhan usaha. Dari kegiatan berbagai jenis usaha tersebut aspek perpajakan dari koperasi merah putih sebagai wajib pajak badan penting dipelajari untuk dapat menjadi dasar dalam melakukan pemungutan dan pemotongan pajak khususnya karena koperasi merah putih dalam operasional kegiatannya terutang PPh dan PPN, berikut penjelasan lebih lanjut mengenai aspek perpajakan dari Koperasi Merah Putih.

BACA JUGA:  Rekonstruksi Strategi Daya Saing Daerah Berbasis Pariwisata: Praktik Baik Sulawesi Selatan

A. Pajak yang dipotong dan dipungut koperasi

Pajak Penghasilan (PPh) Pasal 21 atas Pembayaran Gaji dan Upah

Objek atas PPh Pasal 21 untuk Koperasi Merah Putih sesuai dengan ketentuan dalam UU PPh, pemotongan PPh 21 atas penghasilan dari yang diberikan/dibayarkan oleh wajib pajak koperasi menggunakan tarif efektif rata-rata (TER) Tarif pengenaan pajak untuk PPh 21 berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 58 Tahun 2023 tentang Tarif Pemotongan PPh Pasal 21 atas Penghasilan Sehubungan dengan Pekerjaan, Jasa, atau Kegiatan WP Orang Pribadi dan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 168 Tahun 2023 tentang Petunjuk Pelaksanaan Pemotongan Pajak atas Penghasilan Sehubungan dengan Pekerjaan, Jasa, atau Kegiatan Orang Pribadi..

Pajak Penghasilan (PPh) Pasal 23 atas Jasa/Sewa

Objek atas PPh Pasal 23 untuk koperasi dikenakan sehubungan atas jasa berupa sewa dan penghasilan sehubungan dengan penggunaan asset. Tarif pengenaan pajak PPh Pasal 23 yakni 2% dari penghasilan bruto atas jasa, pajak ini akan di potong oleh pengguna jasa dan disetorkan ke kas negara.

Pajak Penghasilan (PPh) Pasal 4 ayat (2) atas Bunga Simpanan

Merujuk PP No. 15 Tahun 2009 tentang PPh atas Bunga Simpanan yang Dibayarkan oleh Koperasi kepada Anggota Koperasi Orang Pribadi, penghasilan dalam bentuk bunga simpanan merupakan imbalan berbentuk bunga simpanan yang didapatkan oleh anggota koperasi. Bunga simpanan tersebut berasal dari sejumlah dana yang disimpan oleh anggota koperasi. Penyimpanan dana dilakukan di koperasi tempat Orang Pribadi terdaftar secara resmi sebagai anggota. Pengenaan pajak yang bersifat Final ini memiliki tujuan memudahkan Wajib Pajak karena pencatatan laporan keuangan bisa jadi lebih efektif dan efisien. Pemotongan PPh Final merupakan kewajiban koperasi yang melakukan pembayaran bunga simpanan kepada anggotanya.

BACA JUGA:  BANK SYARIAH (5): MEMBANGUN TRANSPARANSI DAN KEPERCAYAAN DI ERA KEUANGAN DIGITAL

Pajak Pertambahan Nilai

Selain memotong PPh, wajib pajak koperasi juga memiliki kewajiban memungut Pajak Pertambahan Nilai atas transaksi barang dan jasa kena PPN dari usaha koperasi yang dijalankan. Koperasi yang melakukan penyerahan Barang Kena Pajak (BKP) atau Jasa Kena Pajak (JKP) dengan omzet melebihi batas tertentu maka wajib dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak (PKP) dan memungut PPN.

B. Pajak yang dikenakan pada koperasi

Pajak Penghasilan Badan

Sebagai WP badan, koperasi yang didirikan memiliki usaha yang dijalankan. Sehingga penghasilan atau pendapatan yang diperoleh dari usaha tersebut menjadi objek pajak penghasilan dan dikenakan PPh badan sesuai tarif yang ditetapkan dalam perundang-undangan perpajakan.

Pajak Penghasilan Pasal 25

Setelah menghitung besarnya kewajiban pajak penghasilan atas usaha dari koperasi yang dijalankan sesuai dengan tarif PPh Badan yang berlaku, WP koperasi harus membayarkan pajak penghasilan terutang yang dilakukan secara angsuran yang disebut PPh Pasal 25

Pajak Penghasilan Pasal 29

Apabila dalam pelaporan SPT Tahunan ternyata koperasi mengalami kurang bayar, maka harus melunasinya. PPh kurang bayar ini disebut PPh Pasal 29

Bea Materai

Dikenakan atas dokumen-dokumen tertentu yang diatur dalam Undang-undang Bea Materai.

C. Pajak SHU pada koperasi

Merujuk Pasal 45 UU Perkoperasian, Sisa Hasil Usaha (SHU) koperasi merupakan pendapatan koperasi yang diperoleh dalam satu tahun buku dikurangi dengan biaya, penyusutan, dan kewajiban lainnya termasuk pajak dalam tahun buku yang bersangkutan. Singkatnya, SHU adalah surplus maupun defisit hasil usaha yang diperoleh dari pendapatan koperasi setelah dikurangi dengan komponen pengurangnya.

Sisa hasil usaha setelah dikurangi dana cadangan tersebut, nantinya akan dibagikan pada anggota sesuai jasa usaha yang dilakukan oleh masing-masing anggota dan koperasi, serta digunakan untuk keperluan perkoperasian dan keperluan lain dari koperasi, sesuai keputusan anggota rapat. Pada Pasal 1 ayat 2 Peraturan Menteri Keuangan No. 111/PMK.03/2010, SHU koperasi yang diterima wajib pajak orang pribadi dalam negeri dikenai PPh 10% dari jumlah bruto dan bersifat final.

BACA JUGA:  Kemenangan BerAmal dan Pertarungan Struktur vs Suprastruktur: Membaca Pilkada Bone 2024 Perspetif Marx & Gramsci 

SHU yang dibagikan ke anggota tidak kena pajak

Sesuai Pasal 4 ayat (3) huruf i UU No. 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja s.t.d.t.d. Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu) No. 2 Tahun 2022, SHU koperasi dikecualikan dari objek pajak. SHU yang bukan objek pajak antara lain:

SHU yang dibagikan ke anggota dari koperasi

SHU yang dibagikan ke perseroan komanditer yang modalnya tidak terbagi atas saham-saham

SHU yang dibagikan ke persekutuan, perkumpulan, firma, dan kongsi, termasuk pemegang unit penyertaan kontrak investasi kolektif

Karena tidak lagi menjadi objek pajak, maka SHU koperasi yang diterima oleh para anggota tidak dipotong Pajak Penghasilan.

Pajak SHU ditanggung Badan

Sebelum SHU dibagikan atau diberikan pada para anggota, penghasilan tersebut merupakan objek pajak untuk badan koperasi itu sendiri sebagai ketentuan pengenaan PPh badan dalam peraturan perundangan perpajakan yang berlaku. Hal ini sebagaimana tertuang pada penjelasan huruf i Pasal 4 ayat (3) atas UU No. 11/2020, disebutkan, “Untuk kepentingan pengenaan pajak, badan-badan sebagaimana disebut dalam ketentuan ini yang merupakan himpunan para anggotanya dikenai pajak sebagai satu kesatuan, yaitu pada tingkat badan tersebut”.

Pelakasanaan kewajiban perpajakan oleh Wajib Pajak Badan dalam hal ini Koperasi Merah Putih merupakan bagian dari upaya untuk meningkatkan pendapatan negara di bidang perpajakan sehingga diperlukan adanya perhatian pemerintah dalam bentuk kemudahan regulasi. Kebijakan ini di harapakan mampu meningkatkan kontribusi dalam betuk penerimaan negara sehingga dapat meningkatkan pertumbuhan ekonomi nasional.

Artikel ini merupakan pendapat pribadi penulis dan bukan cerminan sikap instansi tempat penulis bekerja.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses

No More Posts Available.

No more pages to load.