Check and Balance dalam Implementasi Kebijakan Publik: Saran untuk Pemangku Kepentingan Daerah

oleh -2,203 x dibaca
(kiri), Prof. Haedar Akib. dan (Kanan) Andi Selvi Kartini Wonsu, S.Si., Apt., M.Tr.AP.

Oleh:

Prof. Haedar Akib, Ketua Jurusan Ilmu Administrasi FISH Universitas Negeri Makassar.

Andi Selvi Kartini Wonsu, S.Si., Apt., M.Tr.AP., Alumni Program Magister Pembangunan Terapan STIA-LAN Makassar

 

Situasi dan kondisi ekonomi-politik-hukum di Indonesia yang “tidak baik-baik saja” menurut sebagian pengamat merupakan tantangan sekaligus peluang untuk merevitalisasi fungsi institusi publik dan pemangku kepentingan dalam melakukan check and balance (C&B). Konsep C&B dalam konteks implementasi kebijakan publik ini penting dibicarakan karena adanya ketimpangan kekuatan antar-lembaga, korupsi-kolusi-nepotisme (KKN) yang semakin merebak, dan kepentingan ekonomi-politik-kebijakan yang melemahkan fungsi pengawasan dan akuntabilitas, serta berkurangnya partisipasi publik dalam pengawasan eksternal terhadap implementasi dan evaluasi kebijakan publik di pusat dan daerah di Indonesia.

Check and Balance (pengawasan dan keseimbangan) disingkat C&B merupakan konsep tata kelola pemerintahan dimana kekuasaan dibagi dan diawasi oleh berbagai lembaga atau institusi untuk menjelaskan bahwa tidak ada satu pihak yang memiliki kekuasaan absolut di negara demokratis. Pada konteks kebijakan publik, C&B bermakna bahwa kebijakan dirumuskan dan diimplementasikan dengan mempertimbangkan kepentingan berbagai pihak dan untuk menghindari penyalahgunaan kekuasaan. C&B penting dipahami karena mampu mencegah penyalahgunaan kekuasaan oleh pemerintah atau lembaga tertentu secara tidak sah atau tidak etis. Selain itu, C&B menjamin transparansi dan akuntabilitas proses pengambilan keputusan dan pelaksanaan kebijakan publik serta untuk memberikan ruang bagi masyarakat dan kelompok kepentingan agar terlibat dalam proses kebijakan publik yang berdampak pada peningkatan legitimasinya.

BACA JUGA:  Pernikahan Adat Bone sebagai Atraksi Wisata : Sebuah Pengalaman Diri

Elemen C&B meliputi hasil dari pembagian kekuasaan yang terdiri dari tiga cabang pemerintahan – eksekutif, legislatif, dan yudikatif sebagai bentuk utamanya, karena setiap cabang memiliki fungsi dan tanggung jawab yang berbeda, namun saling mengawasi satu sama lain. Selain itu, meliputi institusi yang melakukan pengawasan eksternal seperti media massa, lembaga swadaya masyarakat (LSM), dan masyarakat sipil untuk mengontrol pelaksanaan kebijakan. Demikian pula institusi “pengawal” undang-undang, peraturan dan regulasi yang mengatur proses kebijakan publik, serta sistem peradilan untuk menjamin kepatuhan semua pihak terhadap aturan yang berlaku.

 

***

Pertanyaannya, bagaimana mereaktualisasi konsep C&B dalam tata kelola pemerintahan daerah di Indonesia? Sistem C&B dalam konteks implementasi kebijakan publik diwujudkan melalui beberapa cara antara lain, menyepahami adanya membagian kekuasaan antara lembaga pemerintahan melalui tiga cabang utamanya (eksekutif, legislatif, yudikatif). Masing-masing cabang memiliki fungsi dan kekuasaan tertentu yang saling mengawasi dan membatasi. Misalnya, legislatif (DPR) memiliki fungsi untuk mengawasi eksekutif (Presiden dan kabinet di tingka pusat) dalam pelaksanaan kebijakan. Merevitalisasi fungsi pengawasan oleh lembaga pemerintah yang ada seperti Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Ombudsman, dan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK), Badan Pengawas Keuangan dan Pembangunan (BPKP) karena lembaga ini memiliki peran strategis dalam mengawasi implementasi kebijakan publik, termasuk menilai efektivitas dan kepatuhannya terhadap aturan. Kemudian, memperluas peran media massa dan organisasi masyarakat sipil sebagai pengawas eksternal yang independen. Institusi tersebut dapat memberikan kritik, saran, dan tekanan publik terhadap pemerintah jika ada kebijakan yang dianggap tidak sesuai. Mengedepankan proses hukum dan pengadilan ketika terdapat kebijakan atau tindakan pemerintah baik di pusat maupun di daerah yang dianggap melanggar hukum atau merugikan publik.

BACA JUGA:  Kemenangan BerAmal dan Pertarungan Struktur vs Suprastruktur: Membaca Pilkada Bone 2024 Perspetif Marx & Gramsci 

Implementasi konsep C&B dalam kebijakan publik selama ini terlihat melalui peran institusi baik di pusat maupun daerah. Peran Dewan Perwakilan Rakyat (Daerah)/DPR(D) sebagai pengawas utama dalam penganggaran dan pengawasan implementasi kebijakan oleh eksekutif. Peran presiden dan eksekutif yang bertanggung jawab untuk mengimplementasikan kebijakan publik sesuai dengan peraturan yang ditetapkan dan di bawah pengawasan legislatif dan yudikatif. Peran lembaga yudikatif oleh Mahkamah Konstitusi dan Mahkamah Agung dalam mengawasi konstitusionalitas dan legalitas kebijakan publik. Demikian pula Lembaga pengawas independen melalui Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Ombudsman, dan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) yang berfungsi untuk mengawasi dan menjamin akuntabilitas serta transparansi dalam manajemen implementasi kebijakan publik.

Reaktualisasi konsep C&B dalam implementasi kebijakan publik lokal dapat dipahami tujuannya sebagai berikut, yaitu untuk:

BACA JUGA:  HULUISASI DAN HILIRISASI KEUANGAN KOMERSIL ISLAM (2)

Meningkatkan kualitas kebijakan publik, karena dengan adanya pengawasan dan evaluasi yang efektif, kualitas kebijakan publik dapat ditingkatkan mengingat setiap kebijakan harus melewati proses pengecekan dan pengawasan sebelum dan setelah diimplementasikan.

Menjamin keadilan dan kepastian hukum, dimana sistem C&B menjamin semua kebijakan dibuat dan diterapkan berdasarkan hukum yang berlaku dan sesuai dengan prinsip keadilan.

Melindungi hak-hak warga negara, di mana C&B melindungi hak-hak warga negara dengan menyepahami bahwa pemerintah tidak bertindak secara sewenang-wenang.

Mendukung demokrasi yang sehat karena dengan adanya C&B yang efektif, maka sistem pemerintahan menjadi lebih demokratis, di mana semua pihak memiliki kesempatan yang sama untuk berpartisipasi dalam proses pengambilan keputusan.

Disepahami bahwa melalui sistem C&B yang kuat maka implementasi kebijakan publik pada daerah-daerah di Indonesia juga terkelola secara baik, adil, dan sesuai dengan kepentingan seluruh masyarakat. Dengan demikian, urgensi dan relevansinya juga dapat tercermin melalui reaktualisasi dan revitalisasi fungsi institusi yang mewadahi dan pemangku kepentingan (aktor) sebagai elemen utamanya dalam era desentralisasi pemerintahan yang menjamin kebijakan publik diimplementasikan dan dievaluasi multiplier-effect-nya untuk memenuhi kepentingan bersama, bukan demi kepentingan kelompok konstituen atau individu tertentu yang berkuasa. Reaktualisasi C&B ini sekaligus menjadi fondasi utama untuk membangun citra pemerintahan yang baik dan dipercaya untuk dipilih kembali. Semoga.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses

No More Posts Available.

No more pages to load.