Oleh:
Haedar Akib & Andi Selvi Kartini Wonsu
_____________________________
Pernikahan adat Bone merupakan serangkaian upacara adat tradisional yang berasal dari Kabupaten Bone, Sulawesi Selatan, yang kaya akan budaya Bugis. Upacara pernikahan ini ibarat dengan nilai-nilai budaya dan tradisi yang diwariskan turun-temurun. Prosesi pernikahan adat Bone mencakup berbagai tahapan, mulai lamaran (assuro), mappettu ada (kesepakatan adat), hingga pelaksanaan akad nikah dan resepsi yang diiringi tarian dan musik tradisional.
Prosesi ini tidak hanya melibatkan keluarga mempelai, tetapi juga masyarakat luas yang turut serta dalam ritual dan pesta perayaan. Unsur-unsur adat seperti busana tradisional, alat musik, tarian, hingga penggunaan bahasa Bugis menjadi daya tarik utama yang menjadikannya untuk dibandingkan upacara pernikahan di daerah lain.
Pernikahan adat Bone memiliki daya tarik yang tinggi untuk dijadikan atraksi wisata budaya karena mencerminkan kekayaan budaya lokal yang autentik. Ada beberapa alasan mengapa prosesi ini layak dipromosikan sebagai daya tarik wisata, antara lain, karena keunikan budaya lokal dimana pernikahan adat Bone menampilkan ritual dan tradisi yang sarat makna, mulai dari upacara adat, pakaian pengantin khas, hingga prosesi penyambutan tamu yang melibatkan seluruh elemen masyarakat. Keunikan ini menarik perhatian wisatawan yang ingin melihat langsung budaya asli Bugis.
***
Pakar dan peneliti seperti Abidin (1971) dan Mattulada dalam bukunya Latoa (1985), hingga Kahar dalam bukunya Pernikahan Bugis Kontemporer (2024), menyajikan artikulasi makna simbolik pernikahan adat Bone yang tidak hanya dipahami sebagai sebuah seremonial tradisional, tetapi juga penuh dengan makna simbolik yang mendalam. Upacara adat, pakaian pengantin, dan prosesi penyambutan tamu memiliki makna yang terkait dengan nilai-nilai seperti siri’ (harga diri), kehormatan, spiritualitas, persatuan sosial, dan kelestarian tradisi.
Upacara pernikahan adat Bone terdiri dari beberapa tahap yang memiliki makna filosofis dan spiritual. Tahapan yang paling penting adalah Mappetu Ada (Kesepakatan Adat) dimana proses ini melibatkan negosiasi antara keluarga mempelai pria dan wanita untuk menentukan syarat dan ketentuan pernikahan, termasuk mahar (uang panai). Tahapan ini melambangkan pentingnya musyawarah dan mufakat dalam budaya Bugis dan menunjukkan bahwa keputusan pernikahan harus melibatkan keluarga besar dan melalui persetujuan bersama. Kemudian, Assuro Bajik (Pemasangan Tenda) dimana sebelum pernikahan, tenda adat dipasang di rumah pengantin wanita. Ini melambangkan kesiapan dan keterbukaan keluarga pengantin wanita dalam menyambut mempelai pria serta komunitas yang akan hadir dalam pernikahan.
Selanjutnya, Akad Nikah dimana dalam upacara akad, ada simbol penting yang mencerminkan komitmen dan tanggung jawab kedua mempelai. Akad juga mencerminkan persatuan antara dua keluarga besar yang dianggap sebagai ikatan suci dalam budaya Bugis.
Pakaian pengantin dalam pernikahan adat Bone sangat kaya akan simbolisme, baik dari sisi desain, warna, maupun aksesoris yang digunakan. Biasanya, pengantin pria dan wanita menggunakan pakaian tradisional Bugis dengan warna-warna cerah, seperti merah, emas, atau hijau. Setiap warna memiliki makna tertentu. Merah melambangkan keberanian dan kekuatan, emas melambangkan kemakmuran dan kejayaan, sedangkan hijau mencerminkan kesuburandan kehidupan baru yang akan dimulai oleh pasangan pengantin. Sementara itu, pengantin wanita biasanya mengenakan baju bodo, pakaian tradisional wanita Bugis yang melambangkan kesucian dan keanggunan. Baju ini juga dianggap sebagai simbol penghormatan terhadap leluhur dan tradisi Bugis. Selanjutnya. pengantin pria sering mengenakan sarung sutra Bugis, yang menunjukkan status sosial dan kemakmuran. Kain sutra melambangkan kelembutan, namun juga kekuatan dalam menghadapi kehidupan. Sedangkan aksesoris seperti mahkota, gelang emas, dan anting-anting besar yang dikenakan pengantin wanita melambangkan kemuliaan dan keanggunan. Mahkota, yang disebut “Siger”, menandakan status ratu sehari bagi mempelai wanita dalam acara pernikahan, melambangkan tanggung jawabnya dalam rumah tangga.
Prosesi penyambutan tamu dalam pernikahan adat Bone tidak hanya sebagai bagian dari tata cara, tetapi juga memiliki makna simbolik yang kuat dalam mempererat hubungan sosial
dan menghormati tamu yang hadir. Elemen penting dalam prosesi ini, antara lain, Passili’ (Pengusiran Roh Jahat) karena sebelum prosesi pernikahan dimulai, biasanya dilakukan ritual passili’, yaitu pengusiran roh jahat dengan menggunakan asap dupa atau daun-daunan tertentu.
Ini melambangkan harapan agar acara berlangsung dengan lancar dan bebas dari gangguan negatif. Sedangkan tamu yang datang sering disambut dengan tarian tradisional Bugis seperti tari Pakkarena atau tari Padduppa. Tarian ini melambangkan penghormatan kepada tamu yang hadir serta menunjukkan keterbukaan dan keramahan masyarakat Bone. Pada prosesi ini, biasanya, makanan tradisional seperti pisang epe dan cendol disajikan kepada para tamu sebagai tanda terima kasih dan penghormatan. Makanan ini juga simbol kemurahan hati dan kesediaan untuk berbagi rezeki dalam budaya Bugis.
Seluruh rangkaian pernikahan adat Bone melibatkan banyak pihak, mulai dari keluarga dekat hingga masyarakat sekitar. Hal ini menggambarkan pentingnya gotong royong dan kebersamaan dalam masyarakat Bugis. Setiap orang memiliki peran, baik sebagai tuan rumah, tamu, atau pelaksana adat, yang mencerminkan harmoni dan keseimbangan dalam komunitas.
Kemudian, lebih dari semua itu, prosesi pernikahan adat Bone juga sangat kental dengan nilainilai religius, di mana doa dan ritual keagamaan menjadi bagian integral dari seluruh acara.
Setiap tahapan pernikahan diawali dengan doa, baik dari keluarga maupun para pemuka agama.
Ini menegaskan bahwa pernikahan tidak hanya sebagai ikatan sosial, tetapi juga sebagai perjanjian sakral di hadapan Tuhan.
***
Menjadikan pernikahan adat sebagai atraksi wisata merupakan cara kreatif dan efektif untuk melestarikan budaya yang mulai jarang dipraktikkan. Melalui promosi sebagai produk wisata berbasis digital marketing maka tradisi ini dapat terus bertahan dan dikenal lebih luas, tidak hanya di kalangan masyarakat Bone, tetapi juga di seluruh Indonesia dan mancanegara.
Demikian pula, dengan memperkenalkan pernikahan adat Bone sebagai atraksi wisata, potensi maka ekonomi bagi masyarakat setempat meningkat. Wisatawan yang tertarik menyaksikan prosesi ini akan berkontribusi pada perekonomian lokal, baik dari sektor akomodasi, makanan, hingga penyediaan jasa terkait upacara adat. Oleh karena itu, pengembangan pernikahan adat ini sebagai atraksi wisata memberikan kesempatan bagi pemangku kepentingan untuk tidak hanya melestarikan tradisi-budaya lokal, tetapi juga berbagi kekayaan khazanah budaya kita dengan dunia luar karena telah dikreasi sebagai sumber keunggulan daya saing daerah berbasis kompetensi ekonomi lokal.
Pengembangan pernikahan adat Bone sebagai atraksi wisata memerlukan pendekatan yang sistematis dan melibatkan berbagai pihak, baik dari pemerintah, masyarakat lokal, swasta, akademisi, influencer dan pemasar, hingga pelaku pariwisata melalui pendekatan hexa-helix.
Beberapa langkah yang dapat dilakukan sebagai saran kepada pemangku kepentingan adalah sebagai berikut. Pemerintah daerah bersama leading sector kepariwisataan perlu berkolaborasi dengan pelaku pariwisata untuk mempromosikan pernikahan adat Bone melalui berbagai platform digital, seperti media sosial, website resmi pariwisata, serta brosur-brosur wisata.
Penyelenggaraan festival atau acara budaya yang menampilkan pernikahan adat Bone untuk menarik perhatian wisatawan. Dalam hal ini, operator tur mengembangkan paket wisata budaya yang mengintegrasikan pengalaman menyaksikan pernikahan adat Bone dengan wisata lain di Kabupaten Bone. Misalnya, paket tur yang mencakup kunjungan ke situs-situs bersejarah Bone, pusat kerajinan lokal, serta pengalaman kuliner tradisional. Demikian pula pelatihan bagi masyarakat mengenai manajemen acara, pemandu wisata, dan penyediaan jasa pariwisata untuk meningkatkan kemampuannya dalam menyambut wisatawan. Pelibatan mereka dalam pelestarian adat melalui dokumentasi dan penyebarluasan pengetahuan mengenai pernikahan adat Bone. Selain itu, bekerja sama dengan seniman, budayawan lokal dan akademisi dalam mengemas pernikahan adat Bone menjadi atraksi yang menarik tanpa menghilangkan nilainilai aslinya. Misalnya, mengadakan pertunjukan seni dan budaya di sekitar acara pernikahan untuk memberikan pengalaman yang lebih mendalam bagi wisatawan.
***
Pernikahan adat Bone bukan sekadar seremonial, melainkan representasi dari nilai-nilai adat, budaya, dan spiritual yang sangat mendalam. Dari setiap tahap upacara, pakaian, hingga prosesi penyambutan tamu, semuanya memiliki makna simbolik yang mencerminkan kebersamaan, kehormatan, serta nilai-nilai luhur yang dijunjung tinggi oleh masyarakat Bone.
Oleh karena itu, pernikahan adat Bone memiliki potensi besar untuk dikembangkan sebagai atraksi wisata budaya yang memikat. Keunikan tradisinya, nilai-nilai yang terkandung, serta kemampuannya dalam meningkatkan perekonomian masyarakat lokal menjadikan pernikahan adat ini sebagai daya tarik yang sangat berharga. Melalui promosi dan pemasaran pariwisasta terintegrasi berbasis digital marketing yang tepat dan keterlibatan berbagai pihak, atau disebut kolaborasi hexa-helix, maka pernikahan adat Bone dapat menjadi salah satu ikon wisata budaya yang menarik wisatawan domestik dan internasional. Semoga!