Oleh : BASMAWATI HARIS, FOUNDER RUMAH BACA PINISI NUSANTARA 1986
MASYARAKAT Indonesia dikenal punya satu kekuatan sosial yang jarang dimiliki bangsa lain yaitu budaya menderma. Dari desa sampai kota, dari acara keluarga sampai kegiatan keagamaan, kita selalu menemukan semangat berbagi. Saat ada tetangga sakit, kita gotong royong membantu biaya. Ketika ada yang kesulitan hajatan, semua ikut urunan. Bahkan sekadar membagi hasil kebun ke tetangga pun jadi hal yang biasa.
Budaya inilah yang menjadi nafas filantropi lokal kita memberi dengan ikhlas untuk menghidupkan orang lain. Menariknya, filantropi kita tidak hanya hadir dalam bentuk spontanitas sehari-hari, tapi juga terorganisir melalui zakat, infak, dan sedekah.
Dulu, zakat sering dipahami sekadar ritual tahunan seperti membayar zakat fitrah dengan beras atau memberi uang untukkebutuhan pokok di bulan ramadhan. Namun sekarang, zakat bergerak lebih jauh. Banyak lembaga zakat di Indonesia menyalurkan dana umat untuk program-program yang produktif seperti pelatihan keterampilan, bantuan modal usaha, hingga beasiswa pendidikan.
Ada beberapa bukti nyata dari bagaimana budaya menderma itu memberi kehidupan seperti yang terjadi di Bulukumba, Sulawesi Selatan. Di salah satu Kampung Zakat, para penerima zakat tidak lagi hanya mendapat bantuan konsumtif. Mereka diberikan pelatihan membuat produk olahan ikan, dibantu peralatan sederhana, lalu dibimbing memasarkan hasilnya. Hasilnya mengejutkan ibu-ibu yang sebelumnya hanya bergantung pada suami kini bisa menambah penghasilan keluarga. Bahkan, ada beberapa keluarga yang berhasil keluar dari garis kemiskinan. Ada juga kisah pemuda yang dulunya tidak bisa melanjutkan sekolah karena biaya, kini bisa kuliah berkat beasiswa dari dana zakat, Infaq,Sedekah dan lainnya.
Kisah-kisah seperti ini memberi pesan penting zakat bukan hanya untuk meringankan beban, tetapi bisa menjadipintu kemandirian. Dari yang awalnya mustahik (penerima zakat), mereka bertransformasi menjadi muzakki (pemberi zakat). Inilah bukti bahwa budaya menderma bisa mengubah hidup, bukan hanya sehari, tetapi untuk masa depan.
Di tengah berbagai tantangan ekonomi, budaya menderma ini juga menjadi penopang ketahanan sosial. Ketika banyak keluarga kesulitan akibat pandemi, zakat dan sedekah menjadi pengaman sosial yang sangat berarti. Banyak dapur umum, bantuan usaha mikro, dan layanan kesehatan gratis yang hidup dari semangat filantropi umat.
Karena itu, kita perlu terus menghidupkan budaya menderma ini. Tidak cukup hanya memberi, tapi juga memastikan bahwa setiap derma tersalurkan dengan amanah, transparan, dan berdampak nyata. Di era digital, ini bahkan makin mudah zakat dan sedekah bisa disalurkan lewat aplikasi atau platform resmi, yang memudahkan masyarakat berbuat baik kapan saja.
Bayangkan, jika budaya menderma semakin kuat, dan dana zakat terus dikelola untuk pemberdayaan, berapa banyak keluarga miskin yang bisa bangkit? Berapa banyak anak yang bisa melanjutkan sekolah? Danberapa banyak kehidupan yang bisa berubah?
Budaya menderma adalah kekayaan bangsa yang harus dijaga. Di balik setiap uluran tangan, ada kehidupan yang kembali tumbuh, ada harapan yang kembali menyala. Dan pada akhirnya, setiap rupiah yang kita keluarkan bukan hanya mengurangi harta, tetapi menambah keberkahan untuk diri sendiri, untuk sesama, dan untuk bangsa.
Tentang Penulis:
Basmawati Haris adalah pegiat isu pemberdayaan masyarakat yang terlibat aktif dalam pendampingan desa dan pengembangan UMKM. Ia juga turut menginisiasi berbagai program penguatan ekonomi berbasis zakat dan komunitas lokal. Aktif sebagai pegiat literasi, saat ini penulis bekerja di salah satu lembaga zakat di Bulukumba dan tengah menempuh studi pascasarjana di UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta dengan konsentrasi pada filantropi, kebencanaan, dan pembangunan berkelanjutan.