Harga Komoditas Masih Berfluktuasi, IPH Sinjai Turun 0,71 Persen

oleh -386 x dibaca

SINJAI, TRIBUNBONEONLINE.COM– Badan Pusat Statistik (BPS) Sinjai mencatat Indeks Perkembangan Harga (IPH) di Kabupaten Sinjai menurun 0,71 persen pada pekan terakhir Mei 2025. Penurunan ini mencerminkan kecenderungan harga sejumlah komoditas utama yang melemah, terutama komoditas pangan strategis.

Menurut Kepala BPS Kabupaten Sinjai, Syamsuddin, penurunan IPH dipengaruhi tiga komoditas utama yang memberikan andil besar, yakni daging ayam ras -0,6348 poin, cabai rawit -0,4121 poin dan bawang merah -0,1526 poin.

“Tren penurunan harga daging ayam ras cukup konsisten sejak awal Mei. Selain itu, tekanan pasokan terhadap harga cabai rawit juga masih tinggi, menyebabkan harga terus melandai di pasar,” ungkap Syamsuddin, Selasa (2/6/2025).

BACA JUGA:  Gubernur Andi Sudirman : Meski RS Regional Bone Ini Tipe C, Namun Rasa Tipe A Dengan Alat Medis Canggih

Meski demikian, Syamsuddin menekankan bahwa fluktuasi harga masih terjadi di beberapa komoditas. Berdasarkan hasil pemantauan mingguan yang dilakukan OPD terkait, cabai rawit tercatat sebagai komoditas dengan fluktuasi harga tertinggi di Sinjai sepanjang Mei.

Nilai koefisien variasi (CV) yang merepresentasikan tingkat fluktuasi harga komoditas di Sinjai tercatat sebesar 0,1164, yang tergolong moderat dibandingkan beberapa kabupaten lain di Sulawesi Selatan.

Perbandingan Daerah Lain

Posisi IPH Sinjai masih relatif lebih stabil, bila dibandingkan kabupaten lain di Sulsel. Kabupaten Barru mengalami penurunan IPH paling tajam sebesar -3,63 persen, diikuti Takalar (-3,34 persen) dan Luwu Utara (-2,60 persen). Sebaliknya, hanya Pinrang mencatat kenaikan IPH, yakni 0,45 persen.

BACA JUGA:  Torehan Prestasi Antikorupsi, Bone Raih Peringkat 1 MCSP 2024 se-Sulsel

Dampak ke Pelaku Usaha dan Rumah Tangga, Syamsuddin menjelaskan penurunan harga beberapa bahan pokok memberikan efek beragam bagi masyarakat. Di satu sisi, konsumen rumah tangga mendapat keuntungan karena daya beli membaik. Namun di sisi lain, peternak dan petani hortikultura menghadapi tantangan karena nilai jual produk mengalami penurunan.

“Perlu perhatian terhadap peternak dan petani, khususnya pada sektor komoditas yang harga jualnya turun tajam. Misalnya cabai rawit dan bawang merah, yang andil penurunannya cukup besar,” kata Syamsuddin.

Pentingnya Pantauan IPH bagi Pengambilan Kebijakan

BACA JUGA:  Gubernur Sulsel Totalitas Perangi Stunting, Anggarkan Rp56 Miliar untuk 15 Ribu Anak

IPH merupakan salah satu indikator yang digunakan oleh Tim Pengendali Inflasi Daerah (TPID) untuk memonitor tekanan harga di lapangan. Berbeda dengan inflasi yang berbasis konsumsi kota, IPH memotret dinamika harga di tingkat pedagang pengecer pada kabupaten setiap pekan, sehingga menjadi indikator dini terhadap potensi inflasi.

“Data IPH memberikan sinyal cepat kepada pemda dan TPID jika ada komoditas yang harga jualnya melonjak atau menurun tajam. Ini membantu respon lebih cepat dan tepat,” tambah Syamsuddin. (Adv/LSee)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses

No More Posts Available.

No more pages to load.