Singga Dulu Sebentar: Secercah Kehangatan di Batu Goro’e

oleh -139 x dibaca

BENGO, TRIBUNBONEONLINE.COM– Diantara sunyinya cadas dan riuhnya roda-roda yang tak pernah benar-benar berhenti, terbentang sebuah titik perhentian kecil yang menyimpan kehangatan khas Sulawesi Selatan. Bagi para pengelana yang melintasi poros Watampone menuju Makassar, atau sebaliknya, tempat ini bak bisikan lembut yang berkata: “Singga dulu sebentar.”

Berlokasi di Desa Liliriawang, Kecamatan Bengo, Kabupaten Bone, tepatnya di kawasan Cagar Budaya Batu Goro’e atau lebih dikenal Sumpang Labbu, berdiri sebuah boot sederhana. Bukan sembarang boot, tempat ini adalah oase kecil di tengah perjalanan panjang, yang menyajikan bukan hanya makanan, tapi juga kenangan.

Hardina, ibu dari dua anak yang sekaligus pemilik warung kecil tersebut, menyambut setiap tamu dengan senyum seteduh kopi panas yang ia suguhkan. Dari tangan-tangan penuhnya kasih, lahirlah cita rasa khas Bugis: gogos hangat yang menggoda, telur rebus yang pas dalam kepal lidah, hingga segelas kopi yang mengepul dalam udara yang dingin dan jernih.

BACA JUGA:  Respon Cepat Sikat Judi Sabung Ayam, Polsek Tellu Limpoe Datangi Lokasi dan Bakar Arena

“Kalau ramai yang singgah, Insya Allah saya akan tambah menu lemmang, baik dari ketan putih maupun hitam. Dan mungkin juga sedikit lauk, seperti nassu palekko, biar makin lengkap untuk dinikmati,” katanya.

Batu Goro’e sendiri adalah terowongan batu cadas peninggalan zaman kolonial Belanda, yang kini berdiri sebagai saksi bisu sejarah, menyatu dengan lalu lintas modern dan hiruk pikuk masa kini. Tempat ini bukan sekadar jalan lintas, melainkan simpul waktu yang menyatukan masa lalu dan masa kini.

Di sela percakapan Kamis (14/8/2025), Dengan Praka Albertus, salah satu pengunjung yang tengah singgah melepas lelah, menambahkan pendapatnya, “Idealnya tempat ini cukup satu boot saja. Kalau terlalu banyak, bisa mengganggu jalur. Bahu jalannya hanya cukup lima mobil, kalau motor bisa dua puluhan, asal parkirnya rapi,” tegasnya.

BACA JUGA:  Dialog Pendidikan di Era Teknologi Diselenggarakan oleh KKN-T PKKM ISS-MBKM UNIM Bone di Desa Bonto Majannang

Menariknya, hingga kini belum pernah tercatat kemacetan berarti di kawasan tersebut. Hal ini tak lepas dari peran anak-anak muda setempat yang secara sukarela menjadi pandu jalur. Mereka membantu mengatur kendaraan yang hendak singgah atau melintas, memastikan tidak menimbulkan kemacetan untuk melintasi Batu Goro’e yang hanya muat satu kendaraan roda empat, tidak bisa berpapasan saat melintas.

Sore hari di Batu Goro’e menghadirkan suasana yang tak tertebak di bulan tertentu. Kadang kabut turun perlahan, menyelimuti jalanan dan boot kecil Hardina dalam nuansa melankolis. Di waktu-waktu seperti itu, secangkir kopi dan sepotong gogos bukan sekadar pengisi perut, tapi penawar rindu akan kampung halaman, akan masa-masa sederhana yang mulai ditinggalkan.

BACA JUGA:  Dibanjiri Runners, Pilkada Run KPU Sinjai Berjalan Sukses

Singgah di Batu Goroé, selain untuk melepas lelah setelah menempuh perjalanan panjang, kita juga bisa mendengarkan cerita-cerita kecil secara langsung dari warga setempat, kisah yang tidak tercatat dalam buku sejarah. Cerita-cerita ini menambah khazanah pengetahuan kita tentang cagar budaya peninggalan Belanda tersebut. Maka, jika suatu saat Anda melintasi jalan panjang Bone-Makassar, dan mata mulai berat oleh debu perjalanan, jangan ragu… singga dulu sebentar melepas lelah. (Aff)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses

No More Posts Available.

No more pages to load.