BONE, TRIBUNBONEONLINE.COM–Di tengah berbagai dinamika birokrasi dan hiruk-pikuk politik lokal, nama H. Andi Asman Sulaiman, Bupati Bone, tampil sebagai oase keteladanan. Ia bukan sekadar pemegang jabatan, tetapi hadir sebagai figur pemimpin yang benar-benar menghidupi nilai-nilai keadilan, ketegasan, disiplin, dan kebesaran jiwa.
Karakter kepemimpinannya yang tegas namun adil membuatnya tidak hanya dihormati oleh jajaran birokrat, tetapi juga dicintai masyarakatnya. “Teladan,” begitu kata yang paling sering terdengar dari mulut para ASN hingga akademisi yang mengenalnya lebih dekat.
Visi misinya terang: Maberre – Mandiri, Berkeadilan, dan Berkelanjutan. Dan bukan hanya sekadar slogan politik, visi itu ia wujudkan dalam setiap keputusan. Salah satunya, dengan menempatkan kinerja di atas segala pertimbangan politik.
Ketika dinamika Pilkada kerap menciptakan sekat dan balas dendam politik, Andi Asman menunjukkan arah yang berbeda. Ia justru melawan arus dendam, memilih berdiri pada prinsip profesionalisme.
Contoh paling mencolok terlihat saat ia melantik Andi Musafir, adik kandung dari rivalnya di Pilkada, H. Andi Islamuddin dengan tagline Tegak Lurus. Musafir, yang sebelumnya menjabat Kadis Peternakan, dipercaya menjadi Kadis Perpustakaan. “Penempatan ini murni hasil jobfit. Kita nilai berdasarkan kompetensi, bukan karena hubungan,” ujar Andi Asman tegas.
Padahal, sebagai bupati, ia bisa saja melakukan nonjob terhadap pejabat yang berseberangan dalam politik. Namun, pilihan itu tidak diambil. Ia memilih keadilan.
Langkah mengejutkan lainnya adalah ketika seorang sopir truk Dinas Lingkungan Hidup (DLH) dilantik menjadi Lurah. Sebuah keputusan langka, tapi penuh makna: bahwa kerja keras, loyalitas, dan pengabdian tidak mengenal latar belakang.
Tak hanya soal politik, prinsip keadilan juga diterapkan dalam relasi antaragama. Di tengah dominasi mayoritas, Bupati Bone mempercayakan Essau SJ Huwae, seorang non-muslim, sebagai Pelaksana Tugas (Plt) Inspektur Daerah. Dalam pandangan Andi Asman, agama, suku, dan latar belakang bukanlah ukuran. “Siapa pun yang berkinerja baik, akan mendapat prioritas untuk promosi,” ujarnya.
Di balik kebijakan-kebijakan tegas itu, tersembunyi sebuah cerita pengabdian yang menyentuh hati. Saat semua saudaranya memilih menetap di Makassar, Andi Asman justru tetap memilih tinggal di Bone. “Karena saya memang sudah niatkan ingin mengabdi untuk masyarakat Bone,” tuturnya. “Dewupakasiriki, saya tidak akan permalukanki sebagai bupati.”
Sikap itu diamini oleh akademisi, Ali Yushar, yang menyebutnya sebagai pemimpin panutan. “Beliau tidak hanya duduk di belakang meja, tetapi turun langsung ke lapangan. Responsif terhadap keluhan masyarakat, terutama dari media sosial. Langsung direspon, dan kalau memungkinkan, langsung dieksekusi,” ungkapnya.
Dalam era di mana kepercayaan publik terhadap pejabat sering kali luntur, Andi Asman Sulaiman justru hadir membawa harapan. Ia menunjukkan bahwa seorang pemimpin bisa tegas tanpa arogan, bisa adil tanpa pilih kasih, dan bisa besar hati tanpa harus melemahkan prinsip.
Bagi masyarakat Bone, sosok Bupati Andi Asman Sulaiman bukan hanya pemimpin. Ia adalah teladan – hidup dalam tindakan, bukan sekadar ucapan. (Ag)