Oleh
Adji Syaifullah
(Mahasiswa Teknologi Pendidikan, Universitas Muhammadiyah Bone)
Kemampuan penalaran siswa semakin rendah ketika proses pembelajaran dilakukan pada masa pandemi Covid-19 sebab pembelajaran hanya pada one way interaction yang diakibatkan guru sulit mengontrol kemampuan afeksi siswa dalam berpikir. Proses pemikiran ini sangat berhubungan erat dengan pola berpikir logis analitis dan kritis yang dapat memengaruhi seluruh tingkah laku individu (Asfar dan Nur, 2018) dengan tujuan untuk menarik simpulan berdasarkan proposisi-proposisi tertentu (Anggraini, Ulianta dan Awanita, 2020).
Penalaran memiliki peranan penting dalam membangun pengetahuan karena memiliki fungsi menyelidiki, serta merumuskan dan menerapkan hukum-hukum yang ditepati. Namun, pentingnya kemampuan penalaran bagi siswa tidak sesuai dengan fakta yang ada di lapangan berdasarkan hasil survei dari International Association for the Evaluation of Educational Achievement (IEA)’s International Association for the Evaluation of Mathematics and Science Education (TIMSS) tahun 2015 (Marlina et al, 2020). Hasil yang ditunjukkan bahwa Indonesia menempati peringkat 46 dari 51 negara dengan skor rata-rata 397. Hal ini sejalan dengan Hasil survei Program for International Student Assessment (PISA) pada tahun 2018, dimana Indonesia menduduki peringkat 73 dari 79 negara dengan skor sebesar 379. Hasil survei TIMSS dan PISA menjadi acuan terhadap kemampuan penalaran siswa karena komponen soal yang terdapat didalamnya lebih dominan pada domain kognitif pada level penalaran (Nurannisa, et al 2020). Sementara, kemampuan penalaran masih dianggap sangat lemah untuk siswa Indonesia.
Berdasarkan beberapa fakta dan hasil penelitian menunjukkan bahwa siswa masih lemah dalam memecahkan persoalan yang diberikan serta kurangnya membiasakan siswa untuk berlatih bernalar. Hal ini disebabkan karena proses pembelajaran masih menggunakan hafalan tanpa mengedepankan kemampuan penalaran siswa khsusunya pada mata pelajaran yang sifatnya abstrak, seperti IPS. Mata pelajaran IPS secara garis besar berdasar pada fenomena abstrak yang menuntut siswa untuk banyak berpikir dan mengomunikasikan idenya serta berpikir kritis. Akan tetapi, di dalam kelas siswa cenderung kesulitan menyampaikan ide serta masih sulit dalam memecahkan soal yang diberikan guru. Jika ditelaah, pokok bahasan ini seharusnya familiar oleh siswa. Namun, pada kenyataannya kondisi riil siswa masih sangat lemah dalam menyelesaikan masalah, bertanya, menyampaikan hipotesa suatu masalah bahkan masih sulit dalam menyimpulkan pelajaran yang diterimanya saat itu.
Untuk mengatasi persoalan rendahnya kemampuan penalaran siswa diperlukan metode pembelajaran yang membantu siswa membangun serta menghubungkan dan mengorganisasikan kemudian memikirkan konsep materi pembelajaran yang berguna dalam memperluas pengetahuan siswa dalam proses pembelajaran (Mardhiyah, et al 2021). Salah satu metode pembelajaran yang sesuai dengan permasalahan di atas yaitu blended learning, dimana metode ini menggabungkan berbagai cara penyampaian pembelajaran dan gaya pembelajaran serta memperkenalkan berbagai macam media antara guru dengan siswa, sehingga dapat dengan mudah membuat kesimpulan logis yang menggunakan pola hubungan untuk menganalisa situasi, membuat analogi dan menggeneralisasikan (Palinussa, Molle dan Gasper, 2021). Penerapan metode pembelajaran blended learning dapat diintegrasikan dengan beberapa platform maupun media pembelajaran, sehingga proses pembelajaran akan lebih bermakna (meaningfull learning) melalui elaborasi dengan aplikasi yang menunjang tercapainya tujuan pembelajaran (Mahler, Bock dan Bruckermann, 2021).
Salah satu media pembelajaran yang dapat diterapkan pada metode blended learning adalah mind mapping. Mind mapping merupakan sebuah media berupa peta konsep yang membagi setiap materi ke dalam bentuk percabangan (Kollosche, 2021). Media mind mapping dapat memudahkan guru dalam menyampaikan materi kepada siswa selama pembelajaran menggunakan metode blended learning (Clark, Tullo dan Bertone, 2021). Akan tetapi, untuk mengatasinya diperlukan peran serta guru dalam melibatkan pengalaman siswa yang lebih mudah diingat dalam kehidupan sehari-harinya (contoh autentik). Pada akhirnya, siswa mampu menstimulus pikirannya untuk bernalar. Hal ini juga sejalan dengan tujuan pembelajaran dalam kurikulum prototipe (kurikulum 2022) yang menekankan pada pengalaman siswa berbasis kearifan lokal (Reynaud, 2021).
Saat ini pembelajaran dengan integrasi kearifan lokal menjadi salah satu terobosan pembelajaran yang mengedepankan pewarisan nilai-nilai budaya lokal kepada generasi muda untuk mencegah pergeseran dan punahnya tradisi lokal. Salah satu tradisi lokal khas Bugis-Makassar adalah aksara lontara yang dapat menjadikan pembelajaran lebih menarik sekaligus me-retrieval kemampuan siswa dalam membaca dan memahami aksara warisan nenek moyang masyarakat Bugis-Makassar. Oleh karena itu, solusi utama yang dapat diterapkan dalam menjawab tantangan menghadapi proses pembelajaran untuk meningkatkan penalaran siswa sekaligus meningkatkan dalam memetakan konsep siswa dengan lebih mudah yaitu mengombinasikan antara Blended Learning dengan Mind Mapping sekaligus integrasi dengan Aksara Lontara sebagai bentuk pewarisan budaya melalui Pendidikan yang tentunya akan menghaislkan pembelajaran lebih bermakna. Untuk mengupdate literasi digital siswa, maka salah satu solusi tambahan adalah dengan merancang derta mengimplementasikan aplikasi pembelajaran yang sesuai kebutuhan siswa khususnya integrasi aksara lontara, sehingga secara tidak langsung siswa belajar materi pelajaran sekaligus meningkatkan kemampuan membaca aksara lontara Aplikasi yang dirancang akan menghasilkan pembelajaran jauh lebih bermakna dan sesuai kendala-kendala yang ditemui dalam proses pembelajaran siswa di dalam kelas khususnya paska pandemic Covid-19 serta akan berkontribusi dalam mereduksi punahnya budaya akibat aliran informasi dan media sosial yang semakin menguasai alur kehidupan kita yang terkadang kurang terkontrol. Kombinasi ini akan menjadi salah satu solusi altenratif dalam membantu guru dalam menemukan cara pembelajaran efektif dan bermakna.