Oleh: Andi Riswangga Ashari, S.I.Kom, Kepala Desa Bacu
TONRA, BONE INI kali pertamanya saya menulis setelah bergelut dengan jabatan selaku Kepala Desa. Itulah kenapa judul tulisan ini dengan ‘Tulisan Pertama’. Harus kuakui, benar kata banyak wargaku kalau dipemerintahan itu “Appereng-Perengeng Bawang” (Didunia pemerintahan itu kesabaran saja).
Desa di Bone beda dengan desa yang ada dipulau Jawa sana, di Sumatera sana dan di papua sana. Tidak salah sebuah pepatah, beda tempat beda situasinya, beda zaman beda tantangannya. Baru diparagraf pertama sudah asik dengan cerita desa saja heheheee.
Namun didesaku ada sesuatu yang tidak kudapatkan dipulau-pulau Indonesia yakni, kehangatan batin yang disuguhkan warga ke Kadesnya. Sedikit cerita awal kenapa terjun ke Politik dan dunia pemerintahan.
“Kusempurnakan Niat Dengan Tekad Kembali Mengabdi Untuk Tanah Kelahiran”. Itulah awal dari kata itu hingga bisa jadi seperti sekarang ini.
Namun bukan apa-apa, dulu saya ingin sekali jadi Polisi agar terlihat gagah, pernah juga ingin jadi atlit sepakbola, namun itu hanya sampai batas tingkat provinsi saja. Akhirnya awal tahun 2019 mulai berkarir jadi Sekretaris Desa.
Dari sinilah bagiamana bangganya kami yang masih muda bisa berinovasi dan membuat desa bisa maju.
“Pendidikan adalah senjata paling ampuh untuk mengubah dunia” sepenggal kalimat tersebut merupakan salah satu pernyataan dari mantan Presiden Afrika Selatan, Nelson Mandela.
Amat benar, jika semua pemuda desa itu sadar akan pendidikan, pasti desa-desa akan dipenuhi pemuda yang hebat.
Cukup berikan yang terbaik bagi kampung halamanmu, maka kamu bisa membawa dampak positif dan bermaanfaat bagi masyarakat di sekitarmu.
Namun entah kenapa, sarjana yang memutuskan untuk pulang kampung halaman justru kerap mendapat penilaian negatif.
Entah itu dianggap kurang berjuang, bahkan saking parahnya lagi sampai-sampai dinilai sudah gagal hidup di tanah perantauan dan dianggap sarjana yang tak bermutu.
Hal ini tentunya akan berakibat dari banyaknya sarjana yang enggan pulang karena penilaian miring tersebut. Inilah penilaian yang seharusnya kita anggap keliru.
Tidak ada jaminan bahwa sarjana yang merantau itu sukses, sedangkan mereka yang memilih kembali untuk mengabdi ke kampung halaman dianggap sudah gagal. Justru, seorang sarjana yang berani pulang yang dapat dikatakan para lulusan-lulusan terbaik.
Dengan memilih kembali ke kampung halaman, berarti kamu sudah melawan anggapan umum bahwa kesuksesan hanya bisa diperoleh melalui perantauan.
Apalah artinya merantau jika kamu belum dapat berkontribusi di tanah kelahiranmu sendiri.
Percayalah bahwa kesuksesan itu akan tiba selama kamu masih memiliki niat dan tekad untuk selalu berbuat baik. Jangan terlalu bimbang dalam menentukan masa depan.
Setelah lulus dan menyandang gelar sarajana, tak ada salahnya jika pulang untuk membangun kembali kampung halaman adalah salah satu keputusan terbaik yang kamu miliki.
Lima bulan berlalu menjadi kades muda dan belum memiliki pasangan justru jadi tantangan tersendiri bagi saya.
Diumur yang baru masuk 27 tahun dihadapkan dengan perkara desa yang yang memiliki 4 dusun dan jumlah jiwa kurang dari 1500-an, dengan permasalahan di berbagai bidang ekonomi, pembangunan, struktural hingga masalah suami istri kami selesaikan.
Niat awal memang bukan untuk mencari isi perut, namun menawarkan kekerabatan di tengah masayarakat.
Semua masalah ada jalan keluarnya, yang paling eksis perkara tanah, tak usahlah kucerita panjang lebar disini, namun pada dasarnya ikhlas dan sabarlah yang menjadi pengendali kenapa sampai hari ini saya masih ada disini, Dan buat pemuda desa diluar sana yang masih ragu akan mampunya untuk desanya mulai dari diri sendiri saja, gaji menggiurkan memang ada di kota-kota namun kehidupan yang sebenarnya ada di desa-desa…Salam Berdesa !!!