WATAMPONE, TRIBUNBONEONLINE.COM–Andi Akmal Pasluddin (AAP) mengunjungi penerima bantuan Instalasi Pengolahan Air Limbah (IPAL) tahu dan tempe di Kelurahan Bulu Tempe Kecamatan Riattang Barat, Kabupaten Bone.
“Bantuan IPAL ini untuk mendukung peningkatan produksi pangan dari bahan kedelai berupa tahu dan tempe, namun secara bersamaan tetap menjaga kelestarian lingkungan di sekitarnya karena limbah tidak langsung dibuang begitu saja, namun diolah terlebih dahulu,” jelas Akmal.
Pria kelahiran Bone 47 tahun lalu menerangkan, tempe dan tahu masih menjadi sumber nabati utama bagi penduduk Indonesia. Data BPS per 2016, konsumsi tahu per minggu mencapai 0,151 kilogram per pekan sedangkan tempe sebesar 0,141 KG per pekan. Tentunya saat ini setelah 6 tahun terjadi peningkatan jumlah penduduk, konsumsi tahu tempe semakin meningkat mengingat keterjangkauan harga dapat diperoleh sehingga menjadi makanan favorit seluruh rakyat Indonesia.
Politisi PKS ini menerangkan, bahwa dengan Tahu tempe menjadi bahan pangan yang selama ini membantu melawan lajunya stunting akibat kurang protein. Jumlah kebutuhan tahu tempe lebih besar 18 kali lipat dari kebutuhan daging sapi yang sebesar 0,008KG per kapita per pekan sebagai sumber protein hewani.
Oleh karena itu, dengan kebutuhan yang besar, proses produksinya jangan sampai meninggalkan limbah yang mengganggu masyarakat sekitar terutama pada air maupun bau.
“Selama ini pengolahan limbah cair yang dihasilkan dari proses pencucian, perebusan, pengepresan dan pencetakan tahu dapat menggunakan bakteri pengurai alami. Namun demikian, teknologi pengolahan air limbah perlu instalasi alat yang cukup mahal sehingga perlu ada bantuan dari pemerintah memberi peralatan yang cukup mahal ini dengan standar yang diperlukan,” tambah Akmal.
Akmal menambahkan, dengan adanya IPAL Tahu dan Tempe ini, akan menciptakan suasana kondusif di sekitar lokasi produksi pengolahan tahu dan tempe. Karena menurutnya, dampak negatif terhadap lingkungan terhadap pemukiman maupun sungai sebagai hilirisasi pembuangan cair, akan teratasi karena sebelum dibuang, telah dinetralisasi dengan IPAL ini.
“Masih banyak kelompok pengerajin tahu dan tempe ini yang tersebar di seluruh Indonesia yang masih belum menggunakan IPAL sebagai bagian dari proses pengolahan pangan ini. Saya berharap kedepannya, akan ada pemerataan sehingga seluruh unit produksi pengolahan tahu dan tempe menggunakan IPAL sebagai bagian yang tidak terpisah dari produksi tahu dan tempe. Untuk itu, melalui kementan dan KLHK, dapat memberikan bantuan yang lebih masif untuk tujuan produksi pangan yang ramah lingkungan,” tutup Andi Akmal Pasluddin.
Penulis : Diky