PENTINGNYA PEMAHAMAN MODERASI DALAM BERAGAMA PADA MASYARAKAT DEWASA INI

oleh -793 x dibaca

Oleh : A. Perdana Putra, Mahasiswa KKLP-DARING Fakultas Syariah dan Hukum Islam IAIN BONE

MODERASI adalah jalan tengah. Dalam sejumlah forum diskusi kerap terdapat seorang moderator yang menjadi penegah poses diskusi, ia tidak berpihak atas siapapun sebab tupoksinya bagai mana kemudia ia mampu bersikap adil atas seluruh pihak yang terkait tanpa adanya deskriminasi sedikitpun dalam diskusi. Moderasi juga sering di artikan “sesuatu yang terbaik”. Sesuatu yang berada ditengah tentu berada di antara dua hal yang berbeda bahkan bisa jadi keua itu sama-sama buruk, misalnya saja jalan tengah dari sifat seseorang yang boros dan kikir tidak lain dari sifat dermawan.

Moderasi beragama merupakan poses memahami sekaligus mengamalkan ajaran agama secara adil dan seimbang. Demi terhindar dari perilaku yang ekstrim atau berlebih-lebihan saat mengimplementasikannya. Moderasi beragama bukan berarti moderasi agama kedua kata yang hampir sama namun memiliki makna yang berbeda, sebab agama dalam dirinya mengandung prinsip moderasi, yakni Keadilan dan keseimbangan. Bukan mengajarkan hal yang sebaliknya. Porsi pada pemahaman ini mengajarkan ke sesorang cara agar selalu di dorong ke jalan tengah juga merupakan bentuk agar tetap senantiasa seimabang bukan menjadi ekstrim bahkan berlebih-lebihan.

BACA JUGA:  BANK SYARIAH (6): MENCIPTAKAN PELUANG BARU BAGI INOVASI PEMBIAYAAN

Kodratnya, manusia adalah mahluk dengan keterbatasan pengetahuan dalam memahami semua esensi kebenaran dari pengetahuan itu sendiri. Hal demikianlah pemicu dari perbedaan penafsiran ketika mencoba memahami secara teks ajaran agama. Kebenaran suatu tafsiran juga tentu bukan daripada hakikatnya, masih relatif tergantung dari ruang dan waktu dalam perkembangan di masyarakat, hal demikian sudah jelas sebab yang hakikat hanya milik-Nya.

Dewasa ini kita sering diperdengarkan adanya golongan yang saling mengklai dari ajaran mereka masing masing, tak jarang diantaranya juga sampai-sampai menyebut yang bukan dari golongan mereka seseorang yang “kafir” yang nota benenya sama-sama juga memeluk agama Islam, hal ini perlu di ingatkan bahwasanya hanya Tuhan yang maha tahu apakah seseorang ini kafir atau tidak. Seseorang yang hanya mementingkan ibadah sembahyang dari pagi hingga malam tanpa memperdulikan porbel dan gejala sosial disekitarnya juga bisa disebut berlebihan dalam beragama, bagai mana tidak jika ia hanya fokus membangun hubungan antar tuhan tanpa membangun hubungan ke sesamanya atau Hablum minallah wa Hablum minaNnas. Namun kasus yang seperti diatas masih agak mampu diberi pemahaman dalam menengahi permasalahan beda dengan kasus yang Misalnya seseorang merusak rumah ibadah karena tidak setuju dengan cara beribadah seseorang atau kelompok. Sikap ekstrim lainya adalah mengikuti ritual pokok agama lain dengan alasan tenggang rasa. Ini semua tidak dibenarkan, Bersikap moderat cukup dengan menghormati orang lain dan tidak menggangu satu sama lain.

BACA JUGA:  Menapaktilasi Kehidupan Rasulullah: Inspirasi untuk Generasi Milenial'

Pemahaman dan pengalaman keagaaman bisa ternilai berlebihan jika melanggar tiga hal, pertama nilai kemanusiaan, kedua kesepakatan bersama, dan yang ketiga ketertiban umum. Prinsip inilah yang kemudian menjadi penegas bahwa moderasi beragama berarti menyeimbangkan kebaikan yang berhubungan dengan tuhan dengan kemaslahatan yang sifatnya sosial antar sesama manusia.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.